DENPASAR, BALIPOST.com – Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (Frontier) Bali dan Aliansi Kami Bersama Jrx menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur Bali, Selasa (8/9). Ratusan orang yang mengenakan pakaian serba hitam melakukan longmarch dari Lapangan Parkir Timur Renon menuju Monumen Bajra Sandhi dan berakhir di depan Kantor Gubernur.
“Tuntutan aksi kita untuk hari ini adalah, pertama, kita meminta agar Jrx segera dibebaskan karena Jrx bukan penjahat,” ujar Sekjen Frontier Bali, Krisna “Bokis” Dinata.
Krisna menambahkan, pihaknya juga menuntut agar pasal-pasal karet dalam UU ITE dicabut. Sebab, pasal-pasal yang turut menjerat Jrx itu berpotensi menjadi pintu masuk pembungkaman.
Utamanya terhadap masyarakat yang mengkritik penguasa. Seperti diberitakan, Jrx dijerat Pasal 28 ayat (2) Jo. Pasal 45A ayat (2) UU ITE. Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP serta Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (3) UU ITE. Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Padahal, Jrx dikatakan menyuarakan suara-suara rakyat yang menjadi korban kebijakan rapid test dan swab test sebagai syarat administrasi dan layanan kesehatan.
Persyaratan tersebut mempersulit pelayanan untuk pasien yang membutuhkan tindakan medis dengan cepat. “Sebenarnya kita ingin bertemu gubernur sembari menunjukkan bahwa aksi solidaritas ini memang benar-benar tulus dan besar,” imbuhnya.
Selain itu, lanjut Krisna, juga untuk mengklarifikasi pernyataan gubernur dalam pidato sebuah acara resmi yang mengatakan Jrx tidak gentle, blengih, dan kenyih lantaran Jrx dalam masa tahanannya melakukan penangguhan. Menurutnya hal tersebut tidak benar karena Jrx bukanlah orang seperti itu.
“Menurut kami, Jrx justru sosok yang gentle. Terutama di masa pandemi ini, Jrx memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Dia membuat program bagi-bagi pangan dan nasi gratis sedari 4 Juni sampai detik ini,” jelasnya.
Krisna menegaskan, kepekaan sosial Jrx ini justru menunjukkan bahwa pria yang bernama asli I Gede Ari Astina tersebut merupakan sosok gentle. Ia sekaligus menyindir pemerintah, karena memenuhi kebutuhan pokok masyarakat seharusnya menjadi kewajiban pemerintah.
Terlebih di masa pandemi COVID-19, banyak masyarakat Bali yang ekonominya merosot karena dirumahkan dan di-PHK. Di sisi lain, pihaknya mendesak agar persidangan Jrx nantinya digelar secara tatap muka untuk memastikan Jrx tidak dalam keadaan tertekan.
“Terkait persidangan, kita meminta agar tidak dilaksanakan secara online tetapi tatap muka sehingga kita juga bisa bersama-sama memantau secara pasti,” tegasnya. (Rindra Devita/balipost)