SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Pedawa, Kecamatan Banjar yang merupakan salah satu desa yang masuk dalam struktur Desa Bali Aga sampai sekarang menyimpan peninggalan warisan leluhr. Peninggalan itu adalah rumah adat Badung Rangki yang memiliki ciri khas yang mencerminkan arsitektur Bali.
Untuk menjaga warisan ini tidak punah, warisan itu harus dijaga kelestariannya. Hal itu diungkapkan Koordinator Staf Khusus Kepresidenan, Anak Agung Gede Ngurah Ari Dwipayana saat berkunjung ke Desa Pedawa akhir pekan lalu.
Dalam kunjungan itu, Dwipayana ditemani Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana (PAS). Ari Dwipayana mengatakan, ia tertarik untuk mengetahui secara detail terkait rumah adat Bandung Rangki. Rumah adat Bandung Rangki ini merupakan ciri khas arsitektur tradisional yang diwariskan oleh leluhur warga Desa Pedawa.
Seluruh Bahan bangunan memanfaatkan potensi alam yang ada. Struktur bangunan Rumah Bandung Rangki 18 tiang berbahan kayu.
Ada bahan baku dari Kayu Base, Kwangitan, Cempaka dan dan Pohon Pinang. Dindingnya berbahan anyaman bambu atau warga setempat menyebut bedeg.
Warga Bali Aga sejak turun temurun ahi dalam membat anyaman bambu ini. Sementara atap rumah berbahan bambu yang dianyam. Sedangkan, lantai tanah liat dan susunan bebatuan.
Namun di balik material bangunan Rumah Adat Bandung Rangki yang hanya memanfaatkan bahan yang ramah lingkungan, ada nilai-nilai filosofi yang mendalam yang diwariskan dari nenek moyang warga Pedawa. Rumah adat Bandung Rangki hanya terdiri satu kamar. Namun di dalam ruangan hanya ada dua tempat tidur.
Tempat tidur orang dewasa dan anak-anak di dalam satu ruangan tersebut. Di dalam satu ruangan itu sudah ada dapur keluarga untuk memasak, serta tempat makan. Jadi, fungsi dasar pada rumah Bandung Rangki ini semuanya menyatu dalam sebuah bangunan.
Di dalam rumah juga wajib ada Pelangkiran yang berfungsi untuk memuja leluhur keluarga. Pelangkiran itu bertempat di atas Pedeman Gede di dalam rumah.
Apabila ada keagamaaan di luar rumah yang masih satu areal dengan rumah tinggal, dilakukan di sanggah merajan yang terbuat dari bambu. Warga setempat menyebutnya Sanggah Kemulan Nganten. Setiap warga memulai biduk rumah tangga wajib membangun Sanggah Kemulan Nganten.
Karena itulah, Ari Dwipayana yang akrab disapa Jung Ari ini merasa Rumah Adat Bandung Rangki ini harus tetap ada untuk diwariskan ke generasi selanjutnya. Rumah Adat Bandung Rangki ini adalah aset budaya yang tak ternilai milik Desa Bali Aga.
Dari sisi pariwisata, Rumah Adat Bandung Rangki ini juga memiiki keunikan sehingga bisa menjadi obyek pariwisata budaya. “Sebagian besar bahan untuk membangun rumah ini bambu. Sudah pasti ramah lingkungan. Rumahnya juga memiliki makna filosofis yang sangat dipercayai warga Pedawa. Ini luar biasa. Ini asset budaya yang harus dilestarikan, dan tentu tidak ditemukan di tempat lain. Ini akan menjadi daya tarik bagi wisatawan,” katanya.
Soal destinasi wisata, Dwipayana mengaku pariwisata Bali memang belum sepenuhnya normal. Pasalnya, wisatawan domestik masih khawatir jika perjalanan wisatanya belum aman dari corona.
Sementara itu, Bupati Putu Agus Suradnyana (PAS) mengatakan, rumah adat Bandung Rangki di Desa Pedawa memiliki ciri khas yang tak bisa ditiru oleh tempat lain. Rumah adat peninggalan leluhur ini cocok dijadikan sebuah destinasi kuno yang menarik perhatian wisatawan.
Ke depan bisa ditambahkan dengan pembuatan miniatur rumah adat untuk cinderamata untuk oleh-oleh bagi wisatawan. Selain itu, hal ini bisa dikembangkan sebagai kerajinan rumah tangga. (Mudiarta/balipost)