DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam dua minggu terakhir, kasus COVID-19 harian di Bali mengalami tren peningkatan hingga tiga digit. Selain itu, jumlah kematiannya juga terus bertambah.
Ketidakdisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan dituding sebagai penyebabnya. “Tren peningkatan kasus positif COVID-19 disebabkan kurang sadarnya oknum masyarakat yang menganggap virus Corona sepele dan memilih untuk tidak disiplin mengikuti imbauan dan protokol kesehatan,’’ ujar Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali I Made Rentin dalam Dialog Interaktif ‘’Perempuan Bali Bicara’’ di Bali TV, Sabtu (12/9).
Menurut Rentin, Gubernur Bali sudah menerbitkan Pergub Nomor 46 Tahun 2020 guna menindaklanjuti Inpres 6 Tahun 2020. Dalam hal ini, pemerintah sebetulnya tidak serta merta mengeluarkan sanksi dalam konteks denda.
Namun sudah diawali dengan edukasi dan sosialisasi bersama melakukan gerakan pembagian masker. Sanksi yang diberlakukan pun adalah pembelajaran untuk membiasakan masyarakat menggunakan masker. “Tidak ada alasan untuk tidak pakai masker karena sudah dibagikan, dan tidak ada alasan untuk tidak mematuhi Pergub Nomor 46 Tahun 2020 ini,” jelasnya.
Rentin menambahkan, sanksi tegas berupa denda berlaku bagi oknum masyarakat yang tidak menggunakan , baik perorangan hingga perusahaan yang tidak menyiapkan protokol kesehatan. Pemprov dan kabupaten/kota membuat regulasi lanjutan dari Inpres Nomor 6 Tahun 2020, tidak lain untuk melindungi keselamatan masyarakat secara keseluruhan.
Oleh karena itu, seluruh komponen masyarakat diharapkan untuk mengikuti imbauan dan kebijakan yang ada. “Karena tidak serta merta sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan daerah bertujuan memberatkan warganya,” imbuhnya.
Saat ini, lanjut Rentin, rata-rata pasien COVID-19 yang meninggal dunia berusia di atas 50 tahun. Perlu kewaspadaan ekstra bagi warga yang memiliki tingkat risiko lebih rentan, yakni usia lanjut.
Terlebih, transmisi lokal COVID-19 telah masuk pada klaster keluarga. Segala kebijakan, protokol dan sistem monitoring yang diterapkan oleh pemerintah, tempat publik dan perusahaan tidak bisa menahan transmisi virus ke satuan unit terkecil itu. Dengan kata lain, klaster keluarga menjadi sangat berbahaya. “Dalam lingkup mengutamakan silaturahmi, transmisi satu keluarga ke keluarga lainnya akan mempercepat penularan. Hal ini diperburuk jika warga yang bergejala enggan melakukan tes swab karena takut stigma, takut dikucilkan oleh masyarakat namun akhirnya berperan sebagai spreader,” paparnya.
Rentin melanjutkan, aktivitas warga yang menyebabkan klaster keluarga semakin masif terjadi pada lingkungan kompleks atau perumahan tanpa protokol kesehatan dan protokol ventilasi, durasi dan jarak (VDJ) yang kuat. Anak-anak bisa berperan sebagai carrier virus karena pemahaman protokol kesehatan anak-anak tidak sekuat orang dewasa.
Selain itu, anak-anak juga tiga kali lipat menyentuh barang daripada orang dewasa dan mereka kerap bermain bersama di lingkungan luar rumah. Rentin menyarankan agar tidak melakukan kegiatan berkumpul warga, seperti saling mengunjungi rumah sesama warga, arisan, acara silaturahmi warga, rapat warga, perayaan hari besar negara/agama, kegiatan musik, kegiatan olahraga bersama, kegiatan penyuluhan, dan lain-lain.
Termasuk melakukan liburan, piknik atau jalan-jalan ke tempat publik yang ramai juga memiliki potensi membawa virus saat kembali ke lingkungan rumah atau warga. Sebaiknya kegiatan keluarga tetap dilakukan di rumah, yang lebih aman dan sehat. “Kita hanya memiliki dua pilihan yakni tidak nyaman menggunakan masker atau tidak nyaman menggunakan ventilator,” tegasnya. (Rindra Devita/balipost)