Ida Ayu Candrawati. (BP/Istimewa)

Oleh Ida Ayu Candrawati

Pemakaian jenis masker scuba baru-baru ini menjadi sorotan ketika PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) menganjurkan penumpang untuk menggunakan masker yang efektif menahan droplet atau cairan, sehingga penggunaan masker jenis scuba atau buff untuk menutupi mulut dan hidung tidak dianjurkan selama masyarakat menggunakan jasa angkutan Kereta Rel Listrik (KRL).

Tentu saja hal ini memicu sorotan masyarakat yang selama ini sudah mulai beralih menggunakan masker bahan scuba maupun kain setelah terjadi kelangkaan masker medis sekali pakai di awal pandemi menerpa Indonesia.

Masker scuba yang selama ini marak dijual di pasaran memiliki ukuran pori yang lebih besar dari masker medis sekali pakai karena hanya terdiri dari satu lapis kain, sehingga dikhawatirkan droplet yang mengandung virus Corona dapat lebih mudah masuk ke dalam pori-pori masker dan akhirnya mengenai mulut dan hidung pengguna. I

nformasi ini membuat masyarakat kini kembali beralih menggunakan masker medis sekali pakai yang dinilai lebih efektif menahan masuknya virus ke mulut dan hidung pengguna. Minimnya informasi efektivitas masker untuk mencegah virus Corona membuat sebagian masyarakat melakukan panic buying dan diperparah dengan kebiasaan penggunaan masker yang tidak tepat oleh masyarakat.

Penggunaan masker sekali pakai idealnya diganti dengan yang baru apabila dalam kondisi kotor atau berbau dan biasanya dalam sehari penggunaan per orang adalah sebanyak 2-3 kali. Provinsi Bali pada tahun 2019 memiliki jumlah penduduk usia 5 tahun ke atas sebanyak 4.014.500 jiwa, jika sebanyak 15% dari penduduk Bali menggunakan masker sekali pakai setiap hari hanya sebanyak satu kali, maka perkiraan sampah masker sekali pakai penduduk Bali usia 5 tahun ke atas adalah 602.175 sampah masker per hari. Jumlah yang cukup banyak dan sangat berbahaya jika terjadi penumpukan limbah masker.

Baca juga:  Penggunaan “Fast Fashion” yang Merugikan

Masker sekali pakai memiliki bahan yang non-daur ulang dan idealnya limbah masker sekali pakai tidak bisa sembarangan dicampur dengan limbah sampah rumah tangga lainnya. Informasi tentang tata cara pembuangan masker sekali pakai dari rumah tangga masih belum diketahui masyarakat pada umumnya, padahal jenis sampah dari masker sekali pakai ini harus dikelola secara khusus.

Saat ini sampah masker sekali pakai mudah kita jumpai di lingkungan sekitar dan yang menyedihkan lagi pantai di wilayah Bali kini mulai terisi oleh sampah masker sekali pakai tersebut dan bukannya tidak mungkin limbah tersebut membahayakan masyarakat sekitar dan juga dapat mengancam ekosistem laut. Mikroplastik dari sampah masker yang kemudian dimakan oleh ikan laut memungkinkan ikan tersebut memiliki kandungan mikroba patogen yang dikhawatirkan akan termakan oleh manusia dan hal ini menimbulkan risiko yang tidak baik untuk kesehatan.

Edaran Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Covid-19 menerangkan bahwa pengolahan limbah infeksius diperlakukan berbeda dengan limbah rumah tangga lainnya, lebih lanjut SE MENLHK 2/2020 juga menerangkan penanganan limbah infeksius dan sampah rumah tangga penanganan Covid-19 terbagi menjadi tiga: (1) Limbah infeksius yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, (2) Limbah infeksius yang berasal dari rumah tangga ODP, dan (3) Sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga.

Baca juga:  Penguatan Fungsi Badan Pengawas LPD

Untuk limbah infeksius dari rumah tangga ODP seperti masker, sarung tangan dan baju pelindung diri, pengemasannya menggunakan wadah tertutup dan limbah tersebut diangkut dan dimusnahkan pada pengelolaan LB3, dan petugas dari dinas yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup, kebersihan dan kesehatan melakukan pengambilan dari setiap sumber untuk diangkut ke lokasi pengolahan LB3, sementara untuk limbah masker sekali pakai dari masyarakat yang sehat, masker tersebut harus dirobek/digunting/dipotong dan dikemas rapi sebelum dibuang ke tempat sampah khusus masker.

Pentingnya edukasi terhadap cara membuang sampah masker sekali pakai sangat diperlukan di era pandemi ini, masyarakat seharusnya dapat memilah sampah berdasarkan jenisnya, di mana sampah organik, plastik dan masker ditempatkan di dalam wadah yang berbeda sebelum dibuang dan diharapkan terdapat tempat pembuangan umum khusus masker di ruang publik, sehingga dapat mengurangi sampah masker yang dibuang sembarang di tempat umum.

Baca juga:  Pandemi dan Pelajaran dari Puputan Margarana

Belajar dari negara Jepang, pemilahan sampah oleh masyarakat merupakan kegiatan yang tidak asing lagi. Masyarakat Jepang sudah dibekali oleh informasi mengenai jenis-jenis sampah dan bagaimana perlakuan terhadap tiap jenis sampah tersebut, selain itu pemahaman mengenai dampak dari limbah yang dibuang tidak pada tempatnya juga dijelaskan secara detail kepada masyarakat umum termasuk dampak langsung terhadap kesehatan masyarakat dan dampak tidak langsung terhadap keberlangsungan ekosistem di alam.

Masih banyak petugas kebersihan yang menggunakan alat pelindung diri berupa masker, sarung tangan dan sepatu yang belum memenuhi standar kesehatan, sehingga ada risiko yang didapatkan petugas kebersihan rumah tangga saat mereka melakukan pengangkutan sampah yang ternyata di dalamnya terdapat limbah infeksius.

Sarana pengolahan limbah medis dan limbah rumah tangga infeksius perlu diperhatikan ketersediaannya di setiap wilayah, sehingga pengolahannya dapat dilakukan dengan maksimal, efektif dan efisien dengan tidak menyampingkan dampak baru berupa pencemaran udara dari adanya kegiatan pembakaran limbah tersebut.

Diperlukan kebijakan, keseriusan dan kesadaran baik dari pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi limbah masker, karena bukannya tidak mungkin jika masalah lingkungan dan kesehatan yang baru akan timbul saat kita masih menghadapi pandemi Covid-19 ini. Kesadaran untuk terbiasa hidup bersih dan sehat serta menjaga alam dan lingkungan sekitar diperlukan untuk mengurangi terjadinya risiko penyakit baru yang timbul.

Penulis, Statistisi BPS Provinsi Bali

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *