Oleh Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., M.MA.
Gagasan Gubernur Bali melalui Pergub No. 99/2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian memberikan peluang bagi para petani di Bali khususnya di dalam pemasaran produksi yang dihasilkannya. Esensi dari pergub ini adalah peningkatan pendapatan petani dari usahatani yang digelutinya. Melalui Pergub 99/2018, pemerintah secara tegas telah mengatur agar industri, hotel, restoran, vila, dan swalayan di Bali dapat menyerap produk-produk lokal petani dengan harga yang layak ekonomis.
Selain itu, pemerintah juga mendorong agar perusahaan daerah memiliki kemampuan untuk membeli dan mengelola produk-produk yang dihasilkan oleh para petani. Namun, ide yang baik dari Gubernur Bali belum memberikan hasil yang optimal, karena masih mengalami berbagai kendala, baik dari sisi internal petani, pemerintah maupun para pengusaha atau industri.
Dari sisi petani, pemenuhan jumlah (kuantitas) produk pada saat yang dibutuhkan belum selalu memiliki kesamaan dengan industri atau pengusaha. Pada saat di luar musim, industri atau pengusaha membutuhkan produk-produk lokal dari petani, sementara para petani tidak mampu menyediakannya. Kondisi ini sangat wajar terjadi karena sifat pertanian yang musiman, tidak seperti pabrik yang bisa memproduksi setiap saat.
Sementara pada saat musim panen raya, permintaan dari industri/pengusaha jumlahnya terbatas, sehingga terjadi over-supply dan berdampak pada menurunnya tungkat harga di tingkat petani. Tentu saja kondisi ini terjadi karena belum ada bank data mengenai produksi dan keperluan atau supply dan demand terhadap produk-produk pertanian.
Oleh karena itu, diperlukan adanya studi mengenai ketersediaan data yang selanjutnya dianalisis menjadi informasi pertanian yang berkenaan dengan sentra produksi, luas areal produksi, jumlah perkiraan produksi sepanjang tahun, jumlah perkiraan permintaan (demand) sepanjang tahun, informasi harga produk, dan informasi lainnya. Atau dengan kata lain, dibuatkan mapping produk pertanian.
Pemerintah dan perguruan tinggi atau lembaga penelitian dapat melakukan studi ini yang akan bermanfaat bagi pelaku pasar (actors of market) di dalam supply chain produk pertanian. Sementara itu, pihak industri atau pengusaha agar tidak menuntut adanya kontinuitas produk lokal dan harus menyadari adanya sifat pertanian yang musiman tersebut.
Diversifikasi produk agar dilakukan oleh mereka, sehingga para petani dapat tetap berproduksi sesuai dengan usaha tani yang dikelolanya dan juga melakukan diversifikasi usaha tani. Agar terbentuk adanya kesesuaian antara permintaan dan penawaran produk pertanian, maka pemerintah dapat memfasilitasi adanya kemitraan bisnis di antara para petani melalui kelompok petani dengan pengusaha.
Berbagai kesepakatan dapat diciptakan di dalam kemitraan tersebut seperti jenis produk dan jumlah produk yang diminta dalam setiap periode tertentu, tingkat harga dengan kualitas yang saling disepakati. Kedua belah pihak agar tidak hanya melakukan transaksi jual-beli semata, tetapi benar-benar melakukan kemitraan usaha yang mencakup asistensi teknik tentang budi daya tanaman yang baik untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi dan kualitas yang baik sesuai dengan permintaan perusahaan/industri.
Selain itu, sifat produksi pertanian yang musiman dapat dikelola melalui penerapan teknologi budi daya tanaman yang mampu menghasilkan produk di luar musimnya atau dikenal dengan off-season production. Pemerintah agar senantiasa melakukan monitoring dan pengawasan terhadap implementasi Pergub 99/2018, sehingga tujuannya dapat tercapai secara perlahan dan memberikan manfaat ekonomis bagi para petani.
Manfaat ekonomis atau keuntungan tersebut secara otomatis akan menjadi insentif bagi para petani untuk semakin meningkatkan pengelolaan usahataninya dan sekaligus menjaga dan meningkatkan harkat profesi sebagaia petani.
Penulis, Rektor Universitas Dwijendra, Wakil Ketua Perhepi Bali, Ketua HKTI Buleleng