MANGUPURA, BALIPOST.com – Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut, Denpasar, Selasa (29/9) menggelar FGD pengumpulan informasi dalam mendukung penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi (RPZ) kawasan konservasi maritim (KKM) Teluk Benoa. Dalam FGD ini juga dihadiri perwakilan dari 7 Desa Adat yang ada di kawasan.
Menurut Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut, Denpasar, Permana Yudiarso, ST., MT., pada 4 Oktober 2019, Menteri Kelautan dan Perikanan telah melakukan penetapan KKM Tetuk Benoa. Dari keputusan tersebut, didalamnya digambarkan untuk kawasannya seluas 1.243 hektar lebih.
Selain itu, ada sebanyak 15 kawasan suci yang ditetapkan. “Untuk 15 titik kawasan suci ini sudah menjadi kesepakatan, dimana itu yang harus dilindungi sebagai zona inti. Karena 15 itu, representasi dari titik suci yang ada di kawasan,” katanya usai kegiatan.
Sebagai tindak lanjut dari penetapan KKM, melalui FGD ini, pihaknya melakukan pengumpulan informasi dengan mengundang 12 desa adat yang ada di sekitar kawasan teluk Benoa. Namun, pada kegiatan ini, yang hadir sebanyak 7 Desa Adat.
“Mereka mengusulkan banyak hal. Terkait dengan aktivitas nelayan, aktivitas adat dan keagamaan, serta pengelolaanya. Dari masing-masing desa mengusulkan agar pemerintah Provinsi agar melibatkan desa adat setempat sehingga dapat mengembangkan potensi yang ada,” ucapnya.
Setelah semua masukan ditampung, diagendakan tahun berikutnya untuk penyusunan RPZ. Ada tiga hal yang dibahas pada FGD ini, pertama aktivitas adat istiadat, kedua aktivitas ekonomi masyarakat berbasis desa dan ketiga tentang kewenangan pemerintah provinsi dalam pengelolaan.
Pihaknya berharap untuk bersama-sama dikawal agar tahun depan bisa dilaksanakan. “Seharusnya tahun ini dilakukan, namun karena Covid pemprov Bali, prioritas dialihkan ke penanganan Covid-19,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, terkait kawasan konservasi itu, di dalamnya sudah ada aturan bahwa ada lebih dari 50 aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Pihaknya menegaskan untuk aktivitas reklamasi tidak boleh dilakukan.
Yang boleh dilakukan adalah kegiatan perikanan, kegiatan wisata dan adat istiadat. “Jadi sudah clear, dengan adanya Peraturan Menteri No. 24 tahun 2019, tentang Tata Cara Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan di Perairan Seluruh Indonesia. Pasal 9 sudah ditegaskan ketika kawasan konservasi itu, didalamnya tidak boleh ada kegiatan reklamasi. Ini sudah disampaikan sejak tahun lalu, mereka sudah paham,” bebernya. (Yudi Karnaedi/balipost)