Umat Hindu di Buleleng melaksanakan tradisi Wanara Laba yang merupakan prosesi upacara yang tidfak pernah absen digelar ketika Pujawali di Pura Pulaki. (BP/Mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Upacara rutin di Pura Agung Pulaki, Desa Adat Banyupoh, Kecamatan Gerokgak jatuh pada Purnama Wuku Kapat atau Kamis (1/10). Upacara yang dipersembahkan kepada Ida Bhatara Lingsir itu memiliki keunikan tersendiri.

Ini dibuktikan dengan kewajiban Umat Hindu melaksanakan tradisi Wanara Laba (memberi pakan untuk kera di Pura Pulaki). Sejak dahulu, tradisi ini tidak pernah absen digelar, karena populasi kera yang hidup saat ini dipercaya sebagai Druen Ida Bhatara Lingsir, sehingga populasi kera ini dipelihara dengan baik sampai sekarang ini.

Tepat pada Pujawali ribuan kera di Pura Pulaki berpesta karena makanan berlimpah. Mulai dari beragam buah, pisang, bunga gumitir, dan telur ayam yang dihaturkan pemedek saat pujawali di Pura Pulaki.

Pemberian makanan ini disebut sebagai tradisi wanara laba. Tradisi wanara laba ini diawali dengan persembahyangan oleh pengempon dan dipimpin langsung oleh Pemangku di Pura Pulaki. Usai persembahyangan, ribuan butir telur, pisang, bunga gumitir, buah langsung diberikan untuk ribuan kera.

Baca juga:  Naik Pangkat, 78 Anggota Polres Jembrana Disiram Air Kembang

Kelian Ageng Pengempon Pura Agung Pulaki, Jro Nyoman Bagiarta menjelaskan, tradisi wanara laba rutin dilaksanakan saat pujawali di Pura Pulaki. Tradisi ini sebagai sebagai ungkapan syukur atas anugrah kesejahteraan yang diberikan kepada umat manusia. “Tujuannya ini ungkapan syukur kami kepada Ida Bhatara Lingsir yang kami percaya kalau kera-kera ini adalah druen ida,” katanya.

Menurut Bagiarta, keberadaan populasi kera di Pura Pulaki memiliki hubungan erat kedatangan Dang Hyang Nirartha pada masa lalu. Kala itu, Dang Hyang Nirartha melakukan perjalanan spiritual dari Jawa ke Bali sekitar Caka 1411.

Saat memasuki hutan di wilayah Purancak, Jembrana untuk menuju Gelgel, Dang Hyang Nirartha kebingungan mencari arah angin. Dang Hyang Nirartha lantas bertemu dengan sekelompok kera.

Dari kelompok kera itu Dang Hyang Nirartha mendapatkan petunjuk. Atas petnjuk itu, terjadi sebuah perjanjian antara kera tersebut dengan Dang Hyang Nirarta.

Baca juga:  Budayawan Anak Agung Gede Raka Berpulang

Perjanjiannya, semua keturunan Danghyang Nirartha tidak akan menyakiti kera. Di samping itu, sang kera juga berjanji setia mendampingi dimanapun Dang Hyang Nirartha melinggih.

Menurut Bagiarta, dari Purana kisah kesetiaan kera itulah saat Pujawali di Pura Pulaki, pengempon membuatkan upacara Wanara Laba. Bahkan, tidak yang berani mengganggu maupun menyakiti kera yang sekarang jumlahnya sekitar 2.000 itu.

Selain diberikan makan besar saat pujawali, ribuan ekor kera diberi makan tiga kali sehari oleh pengempon. Anggaran pembelian makanan sehari-hari dari punia dan ada juga warga yang secara iklas menghaturkan buah-buahan untuk kawanan kera disana.

Rupanya pemberian makanan yang dilakukan secara teratur tersebut membuat kera menjadi lebih jinak dan tidak mengganggu pemedek yang melaksanakan persembahyangan.

Keberadaan kera ini diakui memiliki keunikan. Ini seperti, smapai skearang tidak pernah diketahui kapan kera-kera dewasa berkembangbiak, dan tiba-tiba saja sudah muncul bayi-bayi kera. Keunikan lain, jarang menemukan bangkai kera hingga membusuk di areal pura.

Baca juga:  Tim Gabungan Razia di LP Singaraja, Temukan Cairan Tembakau dan Miniatur Panah

Uniknya, ketika melihat mayat kera, pengempon pura tidak boleh mengambil untuk dikubur. “Pagi berikan jagung, siang ketela, tomat, pisang. Karena pola makan sudah diatur, sekarang tidak mengganggu pemedek dan merusak kebun masyarakat sekitar,” tegasnya.

Pujawali Pura Agung Pulaki yang biasanya digelar selama tujuh hari, namun untuk tahun ini berlangsung selama tiga hari terhitung mulai tanggal 1 sampai 3 Oktober 2020 mendatang. Pengurangan waktu Pujawali ini untuk membatasi kerumunan kerumunan dan interaksi di tengah pandemi COVID-19.

Pada puncak pujawali, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana melaksanakan persembahyangan. Pihaknya mengajak umat Hindu untuk melestarikan tradisi Wanara Laba dengan tulus iklas menghaturkan makanan kera dengan memanfaatkan hasil bumi dan utamanya buah lokal Buleleng. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *