Dewa Gde Satrya. (BP/Istimewa)

Oleh Dewa Gde Satrya

Hari Batik Nasional dirayakan setiap 2 Oktober, telah berjalan selama sepuluh tahun terakhir. Kilas balik peristiwa sepuluh tahun yang lalu, 2 Oktober 2009 UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia (world heritage) nonkebendaan. Presiden RI saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, merespons pengakuan dunia tersebut dengan mengajak seluruh warga Indonesia berpakaian batik pada tanggal yang sama.

Upaya mengusulkan agar batik dijadikan sebagai warisan budaya dunia melalui proses panjang dan rumit. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi di antaranya, menyiapkan naskah akademis tentang batik, memiliki masyarakat pencinta batik, dan pemerintah mendukung usulan tersebut. Jika sudah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia, pemerintah dan masyarakat Indonesia harus bertanggung jawab untuk menjaga pelestarian dan keaslian batik.

Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Sesmenko Kesra) saat itu, Indroyono Soesilo, mengatakan dengan demikian sampai saat ini Indonesia telah memiliki tujuh warisan budaya dunia yang ditetapkan UNESCO, yakni komodo, hutan tropis, Situs Purbakala Sangiran, Candi Borobudur, Prambanan, keris, dan batik. Meski demikian, masih banyak agenda mendesak untuk mematenkan warisan seni-budaya Nusantara di tingkat internasional.

Sekurangnya ada lima hal penting yang menyertai dan menjadi tindak lanjut atas pengakuan batik sebagai warisan dunia nonkebendaan oleh UNESCO. Pertama, seni-budaya tradisional memiliki nilai ekonomis yang tinggi melalui pengemasan yang marketable dengan pasar modern. Bahkan untuk menikmati yang tradisional dan berkesan natural itu, ketika disinergikan dan disajikan dengan standar manusia modern, menciptakan sensasi tersendiri. Fenomena menyangkut hal ini di antaranya restoran berkelas yang semakin banyak menjual menu tradisional dengan suasana pedesaan, hunian modern dengan memadukan suasana tradisional, dan banyak lagi. Orang modern melihat sesuatu yang tradisional adalah menarik, asalkan kemasannya pun juga menarik. Apa yang tampaknya kuno, ketika dipoles sedemikian rupa menjadi tampak anggun dan eksklusif.

Baca juga:  Batik Khas Jogja Dilaunching, Sultan Minta Jadi Trend Setter Mode Dunia

Kedua, mendorong pemerkuatan positioning dan diversifikasi batik di berbagai daerah di Tanah Air. Di tengah agresifnya barang-barang fashion impor yang membanjiri pasar kita, eksistensi batik justru memiliki potensi atau peluang untuk lebih menasional dan mengglobal. Daerah penghasil batik dan tenun di Jawa Timur, misalnya, yang sangat potensial sekitar 25 sentra tersebar mulai Madura, Sidoarjo, Tuban, Tulungagung, Jombang, Jember, Banyuwangi, Pasuruan serta Pacitan. Setiap daerah memiliki motif khasnya masing-masing. Ada 176 motif yang dipatenkan sebagai batik motif dari Jawa Timur. Adapun motif tersebut berasal dari 10 kabupaten dan kota di Jatim (Dialog Prospektif Radio Suara Surabaya, 1/9/06). Setiap kabupaten/kota juga perlu membuat diversifikasi batik yang dikembangkan dengan sentuhan lokal.

Ketiga, makna strategis pengakuan batik Indonesia terkait dengan diplomasi kepariwisataan. Diplomasi yang secara harafiah dilakukan hanya oleh profesi diplomat (konsuler maupun kedutaan) kurang berdaya efektif bagi pembentukan image Indonesia di kancah internasional. Pemerkuatan diplomasi pariwisata RI di luar negeri menemukan momentumnya dengan pengakuan batik oleh UNESCO. Maka, asosiasi batik adalah Indonesia diwujudkan salah satunya dengan pemakaian batik di forum-forum internasional.

Baca juga:  Bali Masih Andalkan Pariwisata

Keempat, pentingnya mengeksploitasi batik dalam industri kreatif. Kita mengenal, industri kreatif dikembangkan dengan berbasiskan aset kekayaan intelektual (intellectual property). Banyak kalangan meyakini, industri kreatif merupakan ciri khas peradaban masa kini (industri gelombang keempat) menggantikan pertanian (gelombang pertama), manufaktur (gelombang kedua) dan teknologi informasi (gelombang ketiga).

Kelima, yang perlu menjadi perhatian sentral saat ini adalah kaum milenial. Kita meyakini, di era industri 4.0 dan akan masuk dalam era industri 5.0, visi Presiden Jokowi mendorong kreativitas dan inovasi generasi muda Indonesia, haruslah dipandang sebagai visi bersama negeri ini. Pidato ‘’Visi Indonesia’’ Presiden Jokowi di Sentul International Convention Center, Bogor, Minggu (14/7), menegaskan lima visi pemerintahannya lima tahun mendatang. Poin kedua dalam visi tersebut memberi penekanan pada pembangunan sumber daya manusia (SDM).

Karena itu, dapat kita maknai tantangan zaman masa kini yang dihadapi generasi muda umumnya adalah menempa diri untuk menjadi SDM yang berkualitas, yang mampu memberikan solusi kreatif atas berbagai persoalan bangsa saat ini. Eksistensi, pertumbuhan dan keberlanjutan batik Indonesia di masa mendatang, bergantung pada kemampuan SDM Indonesia menumbuhkembangkan kreasi batik. Sebagai contoh karya generasi muda yang mampu menjawab kebutuhan bangsa adalah empat bisnis start-up yang nilai perusahaannya mencapai 1 miliar US dollar (Rp 14,5 triliun). Ada empat Unicorn dari Indonesia, yakni Bukalapak, Traveloka, Tokopedia, dan Gojek.

Baca juga:  G20 Belajar Mendengarkan di Bali

Generasi milenial juga diharapkan semakin aware dengan industri batik sebagai industri berbasis kreativitas yang sarat dengan ide, penciptaan ide maupun perlindungan hak cipta atas ide tersebut. Desain batik dengan aneka pola dan model fashion menunjukkan hal tersebut. Dalam konteks HAKI sebagai aset dibagi menjadi dua: hak milik perindustrian dan hak cipta.

Hak milik perindustrian itu sendiri dibagi menjadi lima: merek, paten, desain industri, rahasia dagang, dan desain tata letak sirkuit terpadu. Karya batik Indonesia di tangan milenial juga perlu semakin dilindungi secara hukum, sebagai paduan dari proses kreasi dan penciptaan desain atau teknologi baru batik. Hari Batik Nasional akan berdampak strategis bagi Indonesia manakala karya intelektual setiap insan Indonesia atas batik diapresiasi dengan cara dibeli dan dihargai dengan porsi yang pantas. Selamat Hari Batik Nasional 2020.

Penulis, Dosen Hotel & Tourism Business Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra Surabaya

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *