DENPASAR, BALIPOST.com – Adanya dugaan perbedaan hukuman membuat mantan Kabiro Umum IHDN Denpasar, Dr. Praptini mengajukan PK atau peninjauan kembali. Sidang PK dilakukan Selasa (6/10) dipimpin oleh hakim Wayan Gede Rumega dengan JPU Gede Arthana, S.H,M.H., dan Hari Soetopo.
Dalam sidang PK secara online itu, ada beberapa hal yang disampaikan oleh Pemohon PK. Salah satunya adalah perbandingan putusan Prof. Titib dengan putusan Praptini. Di sana ada satu unsur yang digaris bawahi yakni unsur bersama-sama dalam melakukan tindak pidana korupsi, dalam putusan PN Tipikor pada PN Denpasar tertanggal 27 Juli 2017, yang menjerat terdakwa dengan Pasal 3 UU Tipikor.
Hanya besaran hukuman yang diterima Prof. I Made Titib dengan Dr. Praptini beda jauh. Bahkan putusan di tingkat kasasi hukuman Praptini diperberat, namun keuntungan sebagaimana disebutkan dalam PK, diperoleh oleh Prof. Titib.
Ini disebut oleh Pemohon PK karena adanya kelalaian jaksa penuntut, termasuk dalam keterlambatan penyampaian memori kasasi. Sehingga Praptini dihukum lima tahun dan denda Rp 200 juta. Atas hal itu, Pemohon PK menilai hukuman berbanding terbalik dengan Prof. Titib, sehingga Praptini memilih PK.
Putusan untuk Prof. Titib inilah dijadikan salah satu novum untuk PK di samping alasan lainnya. Antara lain, adanya kehilafan hakim, atau kekeliruan yang nyata dalam putusan MA. (Miasa/balipost)