DENPASAR, BALIPOST.com – Tingkat pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang meliputi komisioner KPU dan Bawaslu di daerah Bali dinilai relatif rendah. Namun demikian ada dua daerah yang cukup rawan yakni Karangasem dan Buleleng.
Di dua daerah tersebut sering terjadi laporan dugaan pelanggaran, bahkan membuat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) harus turun tangan. Hal tersebut disampaikan Anggota DKPP Didik Supriyanto Selasa (6/10) saat melakukan kunjungan media ke Bali Post yang diterima jajaran pemimpin redaksi.
‘’Karangasem dan Buleleng adalah dua daerah di Bali yang termasuk rawan dugaan pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pemilu’’ kata Didik yang didampingi perwakilan DKPP di Bali I Ketut Udi Prayudi beserta staf.
Di Karangasem, kata Didik, Bawaslu setempat melaporkan komisioner KPU Karangasem atas dugaan pelanggaran kode etik. ‘’Dugaan pelanggaran yang diadukan berkaitan dengan prinsip kemandirian,’’ terang Didik.
Jika dibandingkan dengan daerah lain, menurut pria kelahiran Tuban Jawa Timur ini, Bali termasuk rendah dugaan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu.
Terkait dengan tugas dan fungsi DKPP, sesuai undang-undang adalah menegakkan kode etik penyelenggara pemilu. Pihak-pihak yang memiliki dugaan bahwa penyelenggara pemilu yakni KPU dan Bawasalu baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota melakukan pelanggaran etik, dapat melaporkannya ke DKPP.
‘’Pelaporan dapat dilakukan melalui media sosial yang dimiliki DKPP,’’ kata mantan jurnalis ini.
Ia menekankan bahwa DKPP bersifat pasif sehingga menunggu aduan dari masyarakat. Sejak DKPP menjalankan fungsinya, ada sekitar 12 ribu aduan yang diterima.
Dari pengaduan tersebut sekitar 36 persennya dapat diproses karena memenuhi unsur dugaan. Sanksi yang dijatuhkanpun beragam mulai dari yang ringan berupa teguran hingga yang berat berupa pemberhentian secara tidak hormat.
Dugaan pelanggaran oknum penyelenggara pemilu yang cukup menarik adalah terjadinya hubungan personal akibat adanya relasi kuasa. ‘’Misalnya terjadinya perselingkuhan antara Ketua KPU dengan bawaahan dimana hal ini akibat adanya unsur tekanan dari pimpinan dengan bawahan,’’ terang Didik. (Nyoman Winata/balipost)