Rapat Kerja dengan Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Nasional, Letjen Doni Monardo dan Gubernur Bali, Wayan Koster, beserta seluruh jajaran Satgas Penanganan Covid-19 se Bali secara virtual di Jayasabha, Denpasar. (BP/rin)

DENPASAR, BALIPOST.com – Hasil survey Badan Pusat Statistik mengenai persepsi masyarakat untuk kemungkinan tertular COVID-19 cukup mengejutkan. Pasalnya, survey yang dilaksanakan 14-21 September lalu menunjukkan masih banyak masyarakat yang menyatakan tidak mungkin bahkan sangat tidak mungkin tertular.

Menurut Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Nasional, Doni Monardo di Jayasabha, Jumat (9/10), sebanyak 17 persen dari responden menilai mereka tidak mungkin terpapar. “17 persen menganggap merasa tidak mungkin dan sangat tidak mungkin terpapar COVID-19. 17 persen dari jumlah penduduk kita (Indonesia, red), setara dengan 44,9 juta. Sebuah angka yang sangat-sangat besar sekali,” ujarnya.

Sedangkan Bali, lanjut Doni, berada dalam posisi 12 nasional dengan persepsi demikian. Yakni sebanyak 20,78 persen masyarakat memiliki persepsi sangat tidak mungkin dan tidak mungkin tertular COVID-19. Jumlahnya sekitar 840 ribu dari total 4,2 juta penduduk Bali.

Baca juga:  Ignis SE Diluncurkan di Bali, Ini Tampilannya

Terkait hal ini, upaya untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19 harus ditingkatkan. Di samping bekerja keras dalam upaya penanganan kesehatan, terutama pengobatan pasien. “Karena kalau kita biarkan terus, kita hanya fokus pada bidang penanganan kesehatan tanpa kita mampu untuk mengubah perilaku, maka akan semakin banyak yang terpapar,” jelasnya.

Doni mengaku tidak ingin para dokter, perawat dan tenaga kesehatan yang lain tersita energinya. Terlebih, sudah ada banyak dokter dan perawat yang gugur sebagai pahlawan kemanusiaan.

Oleh karena itu, masyarakat harus patuh dan disiplin menerapkan protokol kesehatan. Penerapan protokol kesehatan inipun sebetulnya belum sebanding dengan pengorbanan para dokter dan perawat serta tenaga kesehatan lainnya yang merawat pasien. Baik pasien COVID-19 maupun non COVID-19. “Kenapa pasien non COVID-19 pun berbahaya, karena ternyata banyak pasien non COVID-19 ini yang tidak terduga sudah sebagai OTG,” terangnya.

Baca juga:  Ubud

Menurut Doni Monardo, COVID-19 tidak bisa diselesaikan secara personal. Tapi harus dilakukan bersama-sama. COVID-19 sangat berbahaya, ditularkan bukan oleh hewan seperti flu burung dan flu babi. Namun ditularkan oleh manusia yakni orang terdekat, baik keluarga maupun teman.

“Kalau ini bisa dipahami bahwa yang menulari kita adalah orang terdekat kita, maka jaga jarak harus menjadi program prioritas selain memakai masker dan juga mencuci tangan. Tanpa kita bisa mengindahkan ini, akan sulit bagi kita untuk mengendalikannya,” tegasnya.

Baca juga:  Tambahan Warga Bali Terpapar COVID-19 Capai 1 Digit

Apalagi sebagai makhluk sosial, lanjut Doni, manusia selalu ingin berkumpul dan bertemu satu sama lain. Sedangkan obat COVID-19 belum ada dan vaksinnya pun masih dalam proses.

Pemerintah dan presiden telah menugaskan sejumlah menteri berangkat ke beberapa negara untuk mengurus vaksin. Namun, vaksin tidak bisa serta merta diberikan kepada seluruh masyarakat karena datangnya bertahap. “Artinya, sampai menunggu vaksin dan obat ini ada, maka vaksin terbaik bagi kita hari ini adalah patuh dan disiplin kepada protokol kesehatan. Tidak ada kalimat lain, hanya ini yang bisa menyelamatkan kita,” tandasnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *