SEMARAPURA, BALIPOST.com – Pandemi COVID-19 menyadarkan banyak orang untuk kembali bertani. Tidak hanya bertani dengan lahan yang luas, tidak sedikit pula yang terjun mengembangkan budidaya sayur organik, yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan pekarangan rumah. Seperti itu pula yang ditekuni salah satu pemuda asal Desa Banjarangkan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, Gede Setiawan. Setelah memulai dari nol, karena terdampak pandemi, kini dia sudah bisa memetik hasilnya.
Ditemui di tempatnya melakukan budidaya sayur organik, Rabu (14/10) Setiawan mengatakan awalnya ia ragu memulainya, apalagi saat itu ia belum tahu seluk beluk sistem pertanian organik. Namun, karena keyakinannya bahwa pertanian organik punya prospek yang cerah, dengan modal nekat ia mencoba memulainya. Karena dimasa pandemi, setiap peluang harus ditekuni guna memenuhi kebutuhan pangan dan mengatasi kesulitan ekonomi. Sehingga, bertani sayur organik ini dilihat sepertinya cukup memungkinan untuk ditekuni.
Sayur organik dibudidayakan tanpa menggunakan bahan kimia. Sayuran organik diperoleh dengan proses budidaya dimana semua nutrisi, tempat tanam serta pengendalian hama penyakit nya tanpa melibatkan obat kimia pertanian. Ini angat mendukung terciptanya peluang usaha baru ditengah pandemi. Budidaya sayuran organik, juga sebagai wujud kesadaran untuk kembali pada alam. Tidak justru terus menerus berpangku tangan meratapi merosotnya pariwisata.
“Terlebih lagi, kini semakin banyak petani organik dari generasi milenial yang sukses, turut menjadi inspirasi,” kata Setiawan yang menamai usaha sayur organiknya dengan nama Duea Farm Sayur Organik.
Berbekal pengalaman dan pengetahuan yang minim tentang pertanian organik, ia mulai budidaya sayuran organik seperti bayam, pakcoy (sawi sendok), selada dan kangkung. Dia mengakui, pengetahuannya soal sayur organik sangat minim. Ia hanya mencoba dan terus mencoba. Sambil berjalan terus mencari referensi dari buku maupun internet. Selain itu, juga belajar pada orang lain yang lebih berpengalaman, agar usahanya terus berkembang ditengah pandemi ini.
Peralatan yang diperlukan pun cukup sederhana. Menggunakan media polibag, tanah, kompos, pupuk kandang, arang hingga sekam. Karena tidak boleh memakai bahan kimia, penanganan hama juga menggunakan cara alami. Salah satunya dengan memanfaatkan bawang putih dan alat tangkap sederhana yang dibuat sendiri.
Menurutnya, bisnis bisa berkembang menjadi lebih besar jika mampu menghasilkan sayuran yang sehat dan berkualitas. Karena memang untuk konsumsi kalangan menengah ke atas, harga sayuran organik rupanya jauh lebih tinggi dari sayuran pada umumnya. Dia mengaku bekerja keras lagi untuk mencari pembeli dengan pemasaran online. Akhirnya banyak yang mengetahui produknya dan membeli sayuran organik dengannya.
Pasar sayuran organik memang masih terbatas. Harga sayur pakcoy organik saja rupanya bisa mencapai Rp 4.000 sampai Rp 5.000 per bungkus, yang terjual laku di warung ibunya serta dipasarkan juga melalui media online. Ini menjadi salah satu pilihan realistis yang bisa ditekuni ditengah pandemi, agar bisa menghidupi keluarga. (Bagiarta/Balipost)