Tiga narasumber membahah mengenai pelaksanaan ritual agama Hindu pada masa pandemi Covid-19 saat FGD di Denpasar, Rabu (14/10). (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sejak pandemi COVID-19 melanda Pulau Dewata pada Maret 2020 lalu, berbagai kebijakan pembatasan kegiatan sosial diberlakukan. Seperti halnya dalam kegiatan upacara keagamaan.

Bahkan, perayaan hari raya Nyepi pada Maret 2020 lalu dilaksanakan tidak seperti pada umumnya. Hal ini dilakukan untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 di Bali.

Namun, sejak diberlakukannya tatanan kehidupan era baru (new normal) pada Juli lalu, masyarakat Hindu di Bali disibukkan berbagai kegiatan upacara panca yadnya. Terlebih memasuki pertengahan September, umat Hindu di Bali kembali melaksanakan rangkaian hari raya Galungan dan Kuningan yang bertepatan dengan puncak pandemi COVID-19.

Sehingga klaster upacara muncul sebagai salah satu klaster baru penyebaran COVID-19 di Bali. Beberapa pemangku, serati, dan prajuru pura terinfeksi COVID-19.

Baca juga:  Dharma Santi Nyepi Tak Hanya Memaknai Dharma Agama, Juga Dharma Negara

Sekretaris Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Putu Wirata Dwikora mengatakan, untuk menekan penyebaran COVID-19, khususnya klaster upacara keagamaan, berbagai imbauan telah dikeluarkan PHDI Bali bersama Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, serta pemangku dan pamucuk desa adat sejak Maret 2020 lalu.

Imbauan tersebut berupa ajakan kepada umat Hindu agar pelaksanaan upacara yadnya dilakukan sesederhana dan sesingkat mungkin, sehingga tidak melibatkan banyak orang. Namun, tidak mengurangi makna dari upacara tersebut.

Begitu juga dalam upacara ngaben agar dilaksanakan sesuai protokol kesehatan (prokes). Apalagi yang meninggal karena terinfeksi COVID-19. “Kami tidak melarang umat melaksanakan upacara, tetapi pelaksanaannya harus dilakukan dengan berbagai batasan dan wajib menaati protokol kesehatan, yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Yang terpenting lagi, hindari kegiatan upacara yang melibatkan banyak orang,’’ ujar Wirata Dwikora dalam Focus Group Discussion (FGD) Tanggap COVID-19 di Warung 63 Denpasar, Rabu (14/10).

Baca juga:  Dishub Denpasar Cek Suhu Tubuh Penumpang di Terminal

Ketua Pinandita Sanggraha Nusantara (PSN) Korda Denpasar Pinandita Putu Gede Suranata mengakui, setelah diberlakukan tatanan kehidupan era baru (new normal), kasus penyebaran COVID-19 di Bali semakin meningkat. Bahkan, muncul berbagai klaster baru, termasuk klaster upacara yadnya.

Hal ini disebabkan karena masyarakat salah persepsi mengenai makna dari kehidupan new normal, sehingga banyak masyarakat yang abai serta lalai terhadap protokol kesehatan COVID-19. Oleh karena itu, pada setiap upacara, para pinaditha (pemangku) selalu mengimbau umat agar wajib taat pada prokes COVID-19.

Sebab, COVID-19 itu memang benar ada, dan harus dihindari dengan menerapkan perilaku hidup sehat sesuai prokes COVID-19. ‘’Memang sulit untuk meyakinkan semua masyarakat bahwa COVID-19 itu ada. Tapi yang pasti, COVID-19 adalah salah bangsa krimi (tidak dapat dilihat kasat mata – red), dia (Covid-19 – red) ada karena campur tangan Yang Maha Kuasa. Sehingga harus dihindari agar tidak terinfeksi dengan taat menetapkan protokol kesehatan,’’ tegasnya.

Baca juga:  Ratusan KK Belum Tersentuh Program Bedah dan Rehab Rumah

Pinanditha Suranata menambahkan, adanya pandemi Covid-19 memberikan pesan kepada kita bahwa dalam ‘’mencari’’ Tuhan harus melalui keheningan sesuai ajaran yadnya. Sebab, yadnya tidak menekankan pada upacara seremonial, namun bisa dilakukan perbuatan yang tulus ikhlas tanpa pamrih. ‘’Mencari agama yang hakiki, yaitu mencari Tuhan dalam keheningan. Sehingga kami terus mengimbau kepada umat agar lakukan yadnya seperti hari raya Siwa Ratri,’’ ujarnya. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *