AWK berbicara di depan pendemo yang datang ke Kantor DPD, Renon untuk menyampaikan aspirasi, Rabu (28/10). (BP/rin)

DENPASAR, BALIPOST.com – Anggota DPD RI Arya Wedakarna (AWK) rupanya memang bersiap untuk menerima perwakilan warga Nusa Penida dan Sandhi Murti, Rabu (28/10) siang. Hal ini masih terkait demo oleh massa yang sama di Kantor DPD RI, sehari sebelumnya.

Mengingat saat itu, ia sedang melakukan pertemuan mediasi dan dialog dengan Ketut Putra Ismaya Jaya (Keris) di Tampaksiring. “Mereka ini datang ke kantor tanpa surat dan langsung nyelonong. Tidak ada surat, teriak-teriak dan saya beritikad baik untuk menerima hari ini jam 12,” ujarnya.

Baca juga:  Pileg 2019, Pemasangan APK Lebih Bebas

AWK mengaku sudah menyiapkan ruang rapat dan menunggu kurang lebih 20 menit. Tapi ternyata, massa tidak ada yang mau ke ruang rapat di lantai 2 Kantor DPD RI tersebut. “Karena aspirasi saya sebagai DPD harus dengan mediasi dan dialog. Kemudian saya lihat sudah mulai keterlaluan karena sudah melakukan penghinaan secara pribadi dan sebagainya, saya berinisiatif untuk menemui,” imbuhnya.

Tapi upayanya itu, lanjut AWK, belum juga membuat massa mau masuk ke Kantor DPD RI. Padahal, pintu gerbang sudah dibuka dan ia sendiri sudah menyampaikan kepada polisi agar membuka gerbang dan mengizinkan massa untuk masuk. “Ketika mereka (massa, red) bilang aman, saya merapat. Ternyata ada satu tindakan penganiayaan,” ucapnya sembari menunjukkan bukti penganiayaan di tangan dan wajahnya.

Baca juga:  Ricuh Rayakan Tahun Baru, Ini Perintah Kapolresta

AWK juga menyebut sudah mengantongi video yang merekam aksi pengunjuk rasa saat memukul kepalanya. Dikatakan ada 2-3 orang yang melakukan itu.

Pasca-insiden tersebut, AWK memutuskan untuk langsung melakukan visum dan melaporkan terkait penghinaan dan penganiayaan. “Dan sekarang tindakan saya, saya akan melaporkan ini ke Polda, divisum sekarang didampingi oleh tokoh A.A. Ngurah Agung dari Puri Gerenceng,” tambahnya.

Sebagai anggota DPD aktif, AWK mengaku dilindungi UU MD3. Saat menghadapi massa, ia sudah membuka pintu untuk dialog. Namun ia menyayangkan karena justru dianiaya.

Baca juga:  Ajukan Eksepsi, Rektor Unud Sebut Kasus SPI Direkayasa dan Sentimen Pribadi

Terlebih, ia sendiri mengaku tidak tahu apa yang menjadi masalah ataupun aspirasi yang hendak disampaikan massa. “Makanya kita buka pintu. Saya undang, ayo dialog. Kan di atas enak, disediakan snack, ada ruang ber-AC. Dialognya enak, adem, tapi teriak-teriak disana (di luar,red), ini sudah anarkis, melanggar UU,” jelasnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *