DENPASAR, BALIPOST.com – Anggota DPD RI Arya Wedakarna belakangan menjadi sorotan alias viral di sosial media. Apalagi kalau bukan karena sejumlah pernyataannya yang kontroversial hingga menyulut demo dan menimbulkan insiden pemukulan.
Namun di balik itu semua, senator yang akrab disapa AWK ini justru ingin memberikan teladan kepada masyarakat Bali. “Jadi saya, pertama, ingin memberikan teladan kepada masyarakat Bali bahwa ada anggota DPD yang berani untuk menghadapi persoalan,” ujarnya di Kantor DPD RI, Jumat (30/10).
Berkaitan dengan insiden pemukulan di bagian kepalanya yang terjadi di Kantor DPD RI, menurut AWK sudah diserahkan ke ranah hukum. Pihaknya menghormati kerja dari Polda Bali.
Kemudian yang kedua, AWK mengaku sudah menyelesaikan hal-hal yang berbau politik, baik program maupun isu, melalui undangan terbuka di Kantor DPD, Jumat siang. “Tadi tokoh-tokoh sudah berkumpul dan sudah live juga di beberapa tempat. Saya ingin membuktikan saya tidak lari dari tanggung jawab,” imbuhnya.
AWK juga mengaku siap untuk memperbaiki diri, bahkan siap pula untuk “matur” ke Nusa Penida dalam 1-2 hari ke depan. Ia mengajak semua pihak untuk menyelesaikan masalah secara musyawarah mufakat dan Pancasila.
Apapun yang disampaikannya selama ini, merupakan bagian dari tupoksinya sebagai anggota DPD RI yang memang harus menanggapi apapun aspirasi masyarakat. Ia juga sangat terbuka untuk melakukan komunikasi dengan pihak-pihak yang berbeda pendapat dengannya. AWK menilai wajar jika ada pro kontra dalam alam demokrasi.
“Buktinya pada hari ini, ada yang hadir tidak sejalan. Tetapi setelah mendengar penjelasan, setelah silaturahmi akhirnya bisa menjadi suatu kesepakatan, dan ayo kita bersatu,” jelasnya.
Mengenai pernyataannya tentang seks bebas dan anjuran memakai kondom, dikatakan AWK hanya untuk mengamankan PP No. 87 Tahun 2014. Mengingat di dalamnya ada program untuk pencegahan HIV/AIDS, karena di Bali cukup marak.
“Jadi ketika ditanyakan, bagaimana cara untuk menghindari AIDS ya salah satunya alat kontrasepsi dong, apa lagi? Karena saya tidak mau munafik dan saya harus berbicara dengan bahasa anak muda. Saya tidak bisa berbicara dengan bahasa pejabat,” terangnya.
Kemudian terkait masalah Hare Krisna, menurut AWK, kalaupun harus dibubarkan maka harus melalui mekanisme aturan perundang-undangan karena dijamin oleh pasal 28 dan 29 UUD 45 tentang kebebasan beragama. Komponen yang tidak setuju bisa menggugat Surat Menkumham, Surat Menteri Agama dan Keputusan Parisada secara tata usaha negara di pengadilan.
“Jangan sampai ada pikiran AWK bisa membubarkan. Presiden pun tidak bisa membubarkan sembarangan,” jelasnya.
Selain itu, AWK mengaku siap datang ke Nusa Penida memenuhi undangan masyarakat. Apapun yang diungkapkannya, semua berdasarkan teks purana atau buku. Jadi, bukan mengada-ada. (Rindra Devita/balipost)