Prof. Ngurah Mahardika. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Saat ini timbul keraguan di masyarakat soal relatif singkatnya proses penemuan vaksin COVID-19. Bahkan, kondisi ini pun memunculkan pro kontra di kalangan awam.

Demi menjawab keraguan tersebut, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (2/10), menggelar Dialog Inspirasi bertajuk Tata Cara Penemuan Vaksin. Dalam video yang disiarkan di akun YouTube Lawan Covid19 ID, Prof. Ngurah Mahardika yang merupakan Ahli Virologi Universitas Udayana berbicara soal ini.

Menurut Prof. Mahardika, kondisi saat ini berbeda dengan dulu. “Zaman dahulu tentu harus dapat agennya dulu yang murni. Setelah itu diperbanyak, dan kemudian baru disiapkan sebagai vaksin. Itu yang menempuh waktu yang lama. Zaman sekarang, teknologi telah memungkinkan kita melakukannya dengan cepat. Tidak perlu lagi agen penyakit dan bisa dibuat sintetis, jadi bisa sangat cepat,” ungkapnya.

Ia pun menambahkan zaman dahulu perlu waktu lama untuk menemukan bibitnya saja. “Zaman sekarang hanya perlu waktu satu dua bulan saja untuk menemukan bibitnya,” jelasnya.

Baca juga:  Kumulatif Kasus COVID-19 Bali Lampaui 12.000, Ini 2 Besar Penyumbang Pasien Baru

Dalam pemaparannya, Prof. Ngurah Mahardika menyebutkan ada sedikitnya empat ragam vaksin yang dibedakan berdasarkan bahan dasarnya. Pertama yang berbasis virus murni yang dimatikan sehingga tidak berbahaya bagi manusia, ada pula yang berbasis DNA atau mRNA, ketiga ada vaksin berbasis adenovirus, dan terakhir adalah vaksin berbasis protein.
“Ragam basis vaksin ini punya kelebihan dan kekurangan tentunya, seperti vaksin berbasis virus yang dimatikan yang saat ini diujicobakan di Indonesia adalah jenis paling lazim, sehingga regulasi penggunaanya jauh lebih ringkas. Sementara vaksin berbasis DNA dan adenovirus memang belum ada contohnya yang beredar di masyarakat sehingga regulasinya memakan waktu lama,” terang Prof. Ngurah Mahardika.

Meskipun teknologi mengakselerasi penemuan vaksin baru, faktor kunci yang tidak boleh dikesampingkan dalam prosedur adalah, memastikan tingkat keamanannya. Pada dasarnya peneliti dan pengembang vaksin tidak mengkompromikan aspek kualitas, daya guna, dan keamanannya, termasuk keamanan vaksin Covid-19 yang nanti hendak ditemukan, harus terjamin.

Baca juga:  Tingkat Kesembuhan di Atas 87 Persen, Bali Dinilai Siap Terima Tamu

“Untuk aspek keamanan ini dimulai sejak fase pre klinis, yang diujikan pada hewan, lalu Fase I yang melibatkan relawan manusia, Fase II yang melibatkan ratusan relawan, dan Fase III yang melibatkan ribuan relawan. Pada semua fase, aspek keamanan dan daya guna menjadi perhatian serius. Lebih-lebih pada Fase III, ketika melibatkan ribuan hingga puluhan ribu orang,” paparnya.

Tidak sampai di situ saja, setelah beredar di masyarakat, vaksin akan terus dimonitor dan diadut untuk memastikan keamanan vaksin yang beredar. Perlu diketahui juga, bahwa Indonesia sangat memungkinkan untuk mengembangkan vaksin Covid-19 secara mandiri.

Namun kerjasama dalam masa pandemi Covid-19 seperti saat ini bukanlah hal yang tabu. Kerjasama bertujuan untuk mendapatkan data berkualitas tinggi. Peneliti dan ilmuan di Indonesia juga membuka data-data kajian dalam negeri untuk memberi sumbangsih kepada keilmuan dunia dan menerima input positif dari peneliti luar negeri. “Tanpa kerja sama saya kira kita mampu, tapi untuk mencapai kemajuan yang pesat dirasa perlu dengan jalan kerjasama antar Negara dan keilmuan dunia,” tutup Prof. Ngurah Mahardika.

Baca juga:  Setelah 10 Hari Nihil, Bali Laporkan Tambahan Korban Jiwa COVID-19

Selain adanya vaksin yang bisa ditemukan lebih cepat, kabar baik lain datang dari angka kesembuhan COVID-19 terus meningkat. Rasio kesembuhan (recovery rate) dari seluruh total kasus Covid-19 mencapai 83,2 persen per 2 November 2020.

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 dr Reisa Brotoasmoro yang menjadi pewawancara Prof. Mahardika kembali mengingatkan prokes 3M, yakni memakai masker, menjaga jarak minimal 1 meter, dan mencuci tangan dengan sabun, tetap merupakan cara pencegahan yang terbaik hingga saat ini. “Kita perlu untuk terus disiplin mempraktekkan langkah 3M ini secara sepaket agar terhindar dari penyakit,” ujarnya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *