DENPASAR, BALIPOST.com – Wanita beramput putih duduk di lantai, persisnya di bawah bale bengong PN Denpasar. Dia datang ke pengadilan ditemani anak dan menantunya, Selasa (3/11) pagi.
Saat didekati, wanita yang mengenakan kamen itu tidak bicara apa-apa. Bahkan seolah tidak tahu apa yang sedang dihadapi. Usianya sudah 85 tahun. Dia adalah Ni Ketut Reji asli Jimbaran, Badung.
Setelah ditelisik, nenek renta itu diadili kasus dugaan pemalsuan surat. Sontak saja kuasa hukumnya, Made “Ariel” Suardana, Made Somya Putra dkk., tidak serta merta menerima dakwaan jaksa I Made Lovi Pusnawan.
Dia memilih mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa. Di hadapan majelis hakim pimpinan I Wayan Gede Rumega, Surdana dkk., menyampaikan satu kunci dalam persoalan tersebut. “Nenek ini buta huruf,” katanya.
Somya Putra menimpali bahwa bagaimana bisa seorang nenek yang tua renta dan tidak memiliki kemampuan untuk membaca dan menulis dapat didakwa menggunakan surat palsu.
Bertempat di ruangan Candra PN Denpasar, awalnya Ni Reji oleh jaksa dari Kejari Denpasar didakwa atas dugaanmenggunakan surat palsu sebagaimana Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Surdana dalam eksepsinya mempertanyakan bagaimana seorang nenek yang tua renta dan tidak memiliki kemampuan untuk membaca dan menulis dapat didakwa menggunakan surat palsu? “Umur setua itu (tidak bisa membaca dan menulis, red) tentunya memiliki pengetahuan yang awam tentang hukum. Sehingga ketika fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 ditemukan, Ni Ketut Reji tidaklah mengerti dan mengetahui apa isinya,” ucap Surdana.
Untuk mengerti dan mengetahui isi dari fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 tentunya hal tersebut melalui penyampaian keluarganya dan I Ketut Nurasa, yang merupakan kuasa yang ditunjuk oleh keluarga Reji untuk membantu mempertahankan hak-hak terdakwa.
Yakni, secara yuridis Ni Ketut Reji dan I Wayan Karma berhak atas warisan Ni Pitik dan Ni Sorti. Di muka persidangan, Somya Putra menambahkan, dalam perkara ini Ni Reji dan I Wayan Karma hanya menyerahkan fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 kuasa hukumnya untuk mempertahankan hak-haknya tanpa mengetahui proses, teknik menulis somasi, teknik pendataan, mengisi surat-surat, maupun menilai keaslian suatu surat.
Dengan latar belakang yang buta huruf tentunya nenek 85 tahun ini tidak mengerti tentang hasil kajian dari kuasa hukumnya I Ketut Nurasa. “Anehnya Ni Ketut Reji dan I Wayan Karma yang tidak mengerti hal tersebut dijadikan pesakitan dengan dakwaan menggunakan surat palsu,” ucapnya. (Miasa/balipost)