Ilustrasi. (BP/Tomik)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kasus COVID-19 di Bali masih terus bertambah tiap harinya. Termasuk juga korban jiwa.

Kondisi ini menjadi perhatian Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Bali Kadek Muriadi Wirawan. Sebab, masih terus bertambahnya kasus berpotensi diperpanjangnya penutupan Bali untuk wisatawan mancanegara (Wisman).

Ia mengutarakan Bali yang menjadi etalase pariwisata Indonesia, harusnya menjadi contoh kedisiplinan penerapan protokol kesehatan (prokes). Sebab, sumber ekonomi Bali berasal dari pariwisata yang ditopang oleh wisman, sehingga dengan belum dibukanya pariwisata untuk wisman, belum mampu memulihkan ekonomi Bal.

Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan untuk kembali mengangkat perekonomian Bali adalah dengan menuntaskan pandemi Covid-19. “Yang paling penting adalah kedisiplinan, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat. Karena tidak ada gunanya imbauan-imbauan itu, yang kita yakini bahwa itu memang salah satu solusi, jika itu tidak kita ikuti. Sehingga apa yang menjadi harapan pemerintah menjadi tidak efektif,” ujarnya.

Baca juga:  Gerebek Hotel di Kuta, Ratusan Gram SS dan Ineks Disita

Jika kedisiplinan penerapan prokes tidak dijalankan dan dibiarkan, katanya, maka akan menyebabkan penanganan Covid-19 jadi lebih lama, karena Bali adalah etalase pariwisata dunia. “Tentunya hal ini akan dilihat orang luar. Sepanjang itu tidak dijalankan, penutupan pintu wisman masuk ke Bali berpotensi akan diperpanjang,” katanya mengingatkan.

Saat ini wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Bali masih ada, hanya besarannya tidak signifikan yaitu 100–150 wisman. Sedangkan pada triwulan III 2019 ada 1,49 juta wisman yang datang ke Bali.

Baca juga:  Gunakan Buah Lokal untuk Yadnya, Desa Adat Didorong Buat "Perarem"

Menurutnya, penutupan pintu wisman ini tidak hanya berdampak pada ekonomi tetapi juga sosial yaitu pengangguran. Sebelum Covid-19, Bali terkenal dengan tingkat pengangguran terendah nomor satu nasional. Dengan adanya pandemi ini, ranking itu tidak bisa dipertahankan, karena melorot menjadi ranking ke-18 dengan angka pengangguran yang naik menjadi 5,63 persen.

Jika dihubungkan dengan realita di lapangan, dengan banyak hotel yang tidak beroperasi, terjadinya PHK dan perumahan karyawan otomatis menyebabkan banyak sekali orang kehilangan pekerjaan. Menurut Muriadi Wirawan, hal ini menunjukkan efek pariwisata sangat luar biasa dampaknya. “Ketika berjaya, indikator kesejahteraan ekonomi Bali berada di tingkat teratas nasional. Sedangkan pada kondisi pariwisata terpuruk, dampaknya juga sangat terasa pada ekonomi dan sosial masyarakat Bali,” ujarnya.

Baca juga:  Rayakan 2 Tahun Merger, Pelindo Donor Darah di 35 Pelabuhan

Tidak hanya pengangguran yang bertambah, terjadi juga shifting dari pekerja formal ke pekerja informal. “Yang dulunya lebih banyak pekerja formal, sekarang terbalik. Dengan Covid-19 ini, orang berpikir hanya asal kerja karena penghitungan BPS terhadap ketenagakerjaan adalah orang yang melakukan aktivitas ekonomi minimal satu jam berturut-turut,’’ jelasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *