DENPASAR, BALIPOST.com- Bidang Koordinasi Relawan Satgas Penanganan Covid-19 menggelar program pelatihan relawan Bali dalam penanganan Covid-19. Ada sekitar 1000 relawan yang mengikuti pelatihan sejak Sabtu (7/11) hingga Kamis (12/11).
Para relawan ini berasal dari 17 kecamatan di 3 kabupaten/kota yakni Denpasar, Badung, dan Gianyar, serta 28 organisasi masyarakat di Bali. “Pada saat ini ada 28 organisasi dan 19 instansi dari Pemprov Bali, organisasi relawan, TNI/Polri yang membantu kami sebagai Liaison Officer dan juga fasilitator untuk pelatihan,” ujar Ketua Bidang Koordinasi Relawan Satgas Penanganan Covid-19, Andre Rahadian saat acara pembukaan pelatihan di Sanur, Denpasar, Senin (9/11).
Menurut Andre, pelatihan relawan di Bali merupakan salah satu contoh penanganan Covid-19 dengan pendekatan pentahelix. Pelatihan yang diberikan meliputi adaptasi kebiasaan baru, materi kerelawanan, cara berkomunikasi efektif di masa pandemi, serta isu lokal terkait pariwisata dan ekonomi kreatif.
Mengingat, Bali adalah salah satu indikator nasional terkait pariwisata yang saat ini mengalami kontraksi ekonomi akibat pandemi hingga sekitar 12 persen. Baik Satgas Nasional maupun PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional, red) memandang Bali harus segera bangkit.
“Salah satu tujuan pelatihan ini agar seluruh masyarakat Bali bisa melakukan perubahan perilaku mengenai penanganan Covid-19 ini sehingga aspek ekonomi dan sosial bisa segera kembali dan kita bisa masuk ke peningkatan ekonomi,” paparnya.
Andre menambahkan, penanganan Covid-19 harus berjalan seiringan antara kesehatan, ekonomi dan sosial. Relawan juga concern dengan Pilkada serentak di Bali. Dengan harapan semua stakeholder Pilkada dapat selalu mengingatkan tentang protokol kesehatan dalam setiap kampanye yang dilakukan.
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Lilik Kurniawan mengatakan, relawan selama ini tidak dibayar. Karena begitu dibayar dan selesai, maka pekerjaannya juga akan selesai.
Padahal, belum diketahui kapan Covid-19 akan berakhir. Paling tidak sampai ditemukan obat dan vaksin. “Dua hal ini kita belum punya. Sambil menunggu, maka yang kita lakukan adalah adaptasi. Yang paling murah adalah pencegahan, karena kita hanya bicara 3M,” ujarnya.
3M yang dimaksud, lanjut Lilik, memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, serta sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Meskipun sederhana, tapi tidak akan demikian kalau belum menjadi kebiasaan dan perilaku masyarakat.
Oleh karena itu, langkah terbaik yang dilakukan adalah dengan menciptakan agen-agen perubahan perilaku yakni para relawan. Setelah diberi pelatihan, mereka diharapkan terus menerus mengajak orang-orang di sekitarnya untuk melakukan perilaku hidup sehat dan prokes 3M, serta melaporkan setiap aktivitasnya kepada Satgas Penanganan Covid-19.
“Relawan ini berasal dari masyarakat sendiri,” jelasnya.
Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengatakan, Bali yang mengandalkan industri pariwisata hanya memiliki modal kepercayaan. Pasar akan melihat seberapa besar dan seberapa taat masyarakat Bali untuk menerspkan protokol kesehatan 3M.
Mengingat, obat dan vaksin masih belum ditemukan. “Kalau ini bisa kita tangani secara baik, saya kira kepercayaan pasar bisa meningkat,” ujar Wagub yang akrab disapa Cok Ace ini.
Apalagi bila didukung dengan angka statistik menurunnya yang terinfeksi dan meningkatnya angka kesembuhan, Cok Ace yakin Bali akan segera bisa pulih. Baik dari sisi kesehatan, sosial, maupun ekonomi. (Rindra Devita/balipost)