dr. Reisa Broto Asmoro

JAKARTA, BALIPOST.com – Gaya hidup yang tidak sehat bisa meningkatan risiko penularan COVID-19 dan penyakit tidak menular lainnya seperti merokok. Untuk itu, hidup sehat dan berhenti merokok dapat menghindari dampak terburuk dari Covid-19. Demikian terungkap dalam Dialog Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru yang diselenggakan oleh Komite Nasional Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin sore (9/11).

Spesialis Jantung, dr. Vito Anggarino Damay mengatakan, seorang perokok harus melepas masker saat merokok, kebiasaan merokok beramai-ramai juga kerap tidak mengindahkan jarak yang aman. Ditambah lagi risiko virus yang masuk dari tangan yang memegang rokok pun masih ada. Lebih daripada itu, COVID-19 adalah penyakit yang menyerang paru-paru, sementara merokok merusak fungsi paru-paru dan menurunkan kekebalan tubuh. Saat perokok terinfeksi COVID-19, lebih susah memerangi virus ini. Bukti-bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa perokok memiliki tingkat kematian dan keparahan yang lebih tinggi dibanding pasien COVID-19 yang bukan perokok.

“Yang paling kasihan perokok pasif. Karena mereka ini adalah bukan penikmat rokok tapi terkena imbas dari asapnya yang terhirup secara tidak langsung. Walaupun memang yang paling berat adalah perokok itu sendiri, karena pada asapnya itu ada sel-sel radang yang menyebabkan kemampuan pertahanan tubuh kita berkurang. Sehingga saat terinfeksi virus dan penyakit-penyakit lain, lebih gampang terserang,” ungkapnya.

Baca juga:  Italia Laporkan Ribuan Kasus COVID-19 Baru

Penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, memang tidak perlu vaksin khusus untuk melawannya. Penyakit ini bisa dicegah dengan menjaga pola hidup yang sehat. Dengan begitu, risiko terkena penyakit jantung koroner atau serangan jantung bisa dihindari hingga 80%. “Kuncinya kita harus tetap bergerak, karena saat kita bergerak imunitas bisa meningkat. Imunitas ini terdiri dari sel-sel kekebalan tubuh, yang lebih bagus saat sirkulasi kita lancar. Sirkulasi kita lancar tercipta saat kita bergerak dan aktivitas pompa jantung kita lebih baik. Jadi pada akhirnya kita bisa menjaga tubuh kita secara keseluruhan untuk kuat menghadapi penyakit dan risiko penyakit jantung sekaligus,” terangnya.

Baca juga:  Selandia Baru Terapkan "Lockdown" di Auckland

Pada saat bekerja dari rumah, disarankan untuk mengambil waktu 30 menit berdiri dan berjalan-jalan setelah duduk berjam-jam di depan layar komputer. Olahraga bersama dengan keluarga sambil tetap menjaga jarak aman di rumah, dapat menciptakan kebersamaan yang berkualitas dan membantu menurunkan stres.

Sementara Juru Bicara Satgas COVID-19, dr. Reisa Broto Asmoro mengatakan, pandemi memang masih menghadang, mari kita menjaga kondisi tubuh kita sebaik-baiknya. Pastikan kita tetap produktif tetapi aman dari COVID-19. Tetap disiplin menerapkan 3M : Memakai masker, Menjaga jarak aman minimal 1 Meter, dan Mencuci tangan pakai sabun. Praktikan sebagai satu kesatuan, karena 3M ini satu paket, jelasnya.

Lebih lanjut dikatakan, hingga Kamis (5/11), jumlah kasus sembuh dan selesai melakukan isolasi COVID-19 di Indonesia meningkat menjadi lebih dari 350.000 kasus. Dengan begitu angka kesembuhan (recovery rate) pasien COVID-19 di Indonesia mencapai lebih dari 82%. Pemerintah berterimakasih kepada 29.000 dokter umum dan spesialis, 9.600 relawan tenaga kesehatan Nusantara Sehat dan internship, juga 300 relawan ahli teknologi laboratorium medik, yang telah bekerjasama berjuang tanpa lelah selama pandemi COVID-19.

Baca juga:  Hongkong Berencana Tinjau Pembatasan Covid-19

“Prestasi ini sebaiknya kita pertahankan bersama bapak dan ibu sekalian. Tugas kita bersama adalah untuk kompak dan tidak menambahkan kasus baru. COVID-19 bukan satu-satunya penyakit yang kita lawan di Indonesia. Masih ada penyakit menular lainnya seperti, demam berdarah dengue, rabies, hepatitis, avian flu, malaria, yang juga butuh penanganan serius dari para kolega saya, dokter dan ahli tenaga kesehatan masyarakat lainnya”, ujarnya.

Risiko penyakit tidak menular seperti, jantung, kanker, diabetes, juga masih dihadapi masyarakat Indonesia, bukan hanya karena penyakit itu membutuhkan biaya pengobatan yang mahal, namun juga menghilangkan hari-hari produktif pasien dan keluarga yang merawat mereka. Catatan data Kemenkes menunjukkan risiko kematian COVID-19 lebih tinggi akibat adanya penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung. Hal ini berarti penyakit tidak menular bukan masalah ringan. Penanganannya juga membutuhkan bantuan dokter spesialis yang andal. (Agung Dharmada/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *