Pekerjaan
Ilustrasi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sektor pariwisata paling merasakan dampak pandemi Covid-19. Bahkan, sektor ini seakan mati suri. Seluruh komponen pendukung pariwisata Bali merasakan dampaknya. Bahkan, kalangan pekerja pariwisata mengalami dan menjadi orang tanpa gaji (OTG).

Kondisi ini sepintas nampak sebagai lelucon. Namun, sejatinya menyimpan segudang permasalahan sosial yang cukup dalam. Ketua PD Federasi Serikat Pekerja Pariwisata-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-Par SPSI) Daerah Bali Putu Satya Wira Marhaendra mengungkapkan hal itu pada Focus Group Discussion (FGD) Tanggap Covid-19 dengan topik ‘’Nasib Pariwisata Bali di Tengah Badai Covid-19’’ di Warung 63 Denpasar, Rabu (11/11).

Satya Wira mengatakan, saat ini kondisi ekonomi pekerja pariwisata sangat terpuruk. Bahkan, harta kekayaan yang dimiliki seperti emas dan cincin kawin sudah banyak dibawa ke Pegadaian agar bisa bertahan hidup.

Selain karena tidak bekerja lagi, kondisi itu juga disebabkan karena sebagian besar dari mereka tidak tersentuh bantuan pemerintah pusat maupun daerah. Kondisi ini dipandangnya sangat tidak adil bagi pekerja pariwisata. “Bantuan dari pemerintah itu bagus, tapi tidak terkoordinasi dengan baik. Pusat gelontorkan Bantuan Stimulus Upah (BSU) ini bagus, tapi persyaratan melalui kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan, maka jadi masalah,” ujarnya.

Baca juga:  Dari 6 Positif COVID-19 yang Baru Diumumkan Pusat, Dua Dinyatakan Sembuh Versi Bali

Berdasarkan data BPS per Februari 2020, katanya, pekerja pariwisata di Bali berjumlah 1,2 juta. Namun, yang ter-cover di BPJS Ketenagakerjaan hanya 400 ribu, sehingga 800 ribu tidak ter-cover oleh BPJS Ketenagakerjaan untuk menerima BSU.

Oleh karena itu, ia mengajak pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan komunikasi bersama asosiasi.

Nasib serupa juga dialami para pramuwisata yang tergabung dalam HPI Bali. Ketua DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali I Nyoman Nuarta mengatakan, ada tiga klaster anggota yang terdampak secara ekonomi akibat pandemi.

Pertama, pramuwisata yang masih memiliki kemampuan finansial. Kedua, mereka yang masih cukup modal untuk memenuhi kebutuhan pokok. Sementara ketiga, yakni mereka yang tidak cukup finansial dan memilih pulang kampung untuk bertani dan berdagang.

Baca juga:  Bayi Kembar Tiga Lahir di RSU Bangli

Mengenai BSU, ia menyebut anggotanya belum menikmati bantuan tersebut. Alasannya beragam. Mulai karena tergolong pekerja informal yang dinaungi oleh Dinas Koperasi, bukan ketenagakerjaan. “Kami sudah lakukan pendekatan kepada pemerintah, namun karena keputusannya ada di pusat. Kami sangat kecewa, kami sering disebut garda depan, tapi pada faktanya jarang sekali dapat bantuan. Hibah belum ada mengalir, bahkan sudah memberi data dampaknya. Tidak menetes sama sekali,” katanya.

Nuarta menegaskan, sejatinya HPI bukanlah asosiasi yang gemar meminta bantuan kepada masyarakat. Namun dalam kondisi serba terjepit ini, pihaknya harus memperjuangkan kesejahteraan para anggotanya yang kini berjumlah 6.320 orang.

Terhadap kondisinya itu, ia berharap pemerintah dapat menentukan solusi. Salah satunya melibatkan pramuwisata dalam kegiatan pemerintah, seperti Program “We Love Bali.”

Sehingga para pramuwisata ini dapat merefleksikan kemampuannya dalam berbahasa asing, mengingat selama sembilan bulan tidak aktif menjadi pramuwisata. Dengan begitu, ekonomi pekerja dapat terbantu.

Baca juga:  Tambahan Kasus COVID-19 Bali Mulai Turun, Hari Ini di Dua Ratusan Orang

Sementara dari perspektif manajemen, Dewan Pembina IHGMA DPD Bali I Gusti Agung Ngurah Darma Suyasa, CHA. menggambarkan situasi pengusaha saat ini. Dikatakan, tidak ada satu pun manajemen yang berpengalaman dalam kondisi pandemi, bahkan semua gagap.

Kendati begitu, ia tetap berupaya menjalin sinergi dengan karyawan, sembari rutin menyalurkan bantuan sembako kepada karyawan. “Kami tidak bisa saling menyalahkan, tapi harus dihadapi bersama. Tentunya manajerial ingin membantu anggota dan karyawan. Kita telah menugaskan HRD untuk sensitif terhadap program pemerintah agar memaksimalkan hak kerja,” ujarnya.

Selain itu, kata Darma Suyasa, pihak pengelola juga memotivasi karyawan untuk memberikan sentuhan psikologis agar para pegawai tetap semangat dalam berbagai situasi. Ia mengingatkan kepada anggota dan karyawannya, bahwa kondisi ini dialami oleh banyak orang. Maka, mereka diminta tidak terbawa emosi sesaat menyikapi kondisi ini. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *