TABANAN, BALIPOST.com – Ucapan belasungkawa atas meninggalnya pelukis kondang I Made Wianta (70) datang dari berbagai pihak. Wajah Wianta semasa hidup pun banyak menghiasi halaman media cetak dan media sosial sejak tersiar kabar sang maestro berpulang, disertai ucapan belasungkawa.
Meninggal karena sakit, Jumat (13/11) di Denpasar, kini jenazah almarhum disemayamkan di rumah duka, Banjar Apuan, Desa Apuan, Baturiti Tabanan. Menurut salah satu keluarga I Made Wianta, I Wayan Manik Mastika, jenazah almarhum akan diaben Senin (16/11) di krematorium, Yayasan Pengayom Umat Hindu di Jalan Kalimantan, Kelurahan Kampung Baru, Singaraja, Buleleng, Bali.
Selanjutnya, diikuti dengan prosesi ritual Ngalinggihang dan Nangkilin, Selasa (17/11).
Seperti diberitakan sebelumnya, Bali kehilangan salah satu maestro senirupa, Made Wianta. Pelukis tersohor asal Banjar Apuan, Desa Apuan, Baturiti, Tabanan itu menghembuskan nafas terakhir Jumat (13/11) pukul 14.49 di Denpasar.
Wianta yang telah memamerkan karyanya di sejumlah negara itu meninggal karena sakit yang dideritanya sejak lima tahun lalu. Almarhum meninggalkan seorang istri, Intan Kirana (cucu tokoh pendidikan Ki Hadjar Dewantara) dua orang putri — Buratwangi dan Sanjiwani, serta seorang cucu.
Made Wianta lahir di Tabanan, pada 20 Desember 1949, salah satu pelukis Bali yang namanya dikenal dalam khasanah seni rupa modern. Kesenimanan lulusan ASRI (ISI) Yogyakarta 1974 itu, terbentuk dari lingkungan tradisi Bali yang agraris.
Lingkungan ini yang kemudian menumbuhkan Wianta menjadi seniman serba bisa. Ia sempat belajar seni di Brussels, Belgia pada tahun 1976. Dalam kiprah di dunia seni rupa, Wianta tercatat mengikuti berbagai pameran internasional seperti di New York, Paris, Tokyo, dan ikut serta dalam Bienalle di Venesia tahun 2004.
Karyanya telah banyak didokumentasikan dalam buku, di antaranya Made Wianta (1990), dan Wianta Art and Peace (2000). Selain melukis, Wianta juga menulis puisi. Kumpulan puisi berjudul ‘’2 ½ Menit’’ yang memuat seratus lima puluh tiga puisi Wianta, diterbitkan tahun 2000. Karya puisi lainnya berjudul “Korek Api Membakar Almari Es”.
Di mata salah satu sahabatnya, Putu Suasta, M.A., yang juga penulis salah satu buku Made Wianta menyebut almarhum adalah sosok seniman segala zaman. Ia tangguh, teguh, ulet dan terus bergerak. (Subrata/balipost)