Philipe Augier. (BP/Istimewa)

M,ANGUPURA, BALIPOST.com – Mungkin bagi sebagian orang Indonesia nama Miguel Covarrubias tidak begitu dikenal. Namun, dalam dunia seni ia tersohor.

Perjalanannya ke Bali yang kemudian ditulisnya dalam  sebuah buku berjudul The Island of Bali, yang lebih mirip sebagai sebuah laporan penelitian membuatnya patut diberi predikat sebagai antropolog.

Pada tahun 1924 Miguel Covarrubias berkenalan dengan Rosa Rolanda, seorang penari-koreografer-fotografer-pelukis keturunan Meksiko, dan pada 1930 mereka menikah. Lalu, mereka memutuskan berbulan madu ke Bali. Mereka jatuh cinta pada Bali.

Miguel yang sangat tertarik pada ilmu antropologi lalu mencari beasiswa untuk dapat kembali ke Bali. Kali ini dengan tujuan mempelajari budaya Bali.

Ia pun mendapat beasiswa Guggenheim untuk melakukan penelitian di Bali. Kembalilah Miguel dan Rosa ke Bali pada 1933.

Pada 1934 Miguel dan Rosa kembali ke New York dan setahun kemudian mereka memutuskan kembali ke Mexico City. Selama dua tahun mereka tinggal di Mexico City.

Baca juga:  IMA 2022 Digelar, Museum Pasifika Raih Penghargaan "Museum Kreatif"

Miguel menuliskan hasil studinya di Bali untuk dipublikasikan bersama 114 fotografi, 5 lukisan dan 90 gambar, serta foto-foto yang dibuat Rosa. Pada 1937 buku itu (The Island of Bali) dipublikasikan dan mendapat sambutan yang luar biasa.

Tak dimungkiri karena buku ini lah Bali sangat terkenal di luar negeri. Hingga akhirnya orang lebih dulu mengenal Bali daripada Indonesia itu sendiri.

Memperingati 90 tahun kedatangan Miguel Covarrubias ke Bali, Kedutaan Besar Meksiko untuk Indonesia di Jakarta bekerja sama dengan ISI (Institute Seni Indonesia) di Denpasar menyelenggarakan seminar daring (webinar) pada Kamis (12/11). “Covarrubias adalah seniman Meksiko yang menulis buku The Island of Bali yang membantu mempromosikan kebudayaan Bali kepada dunia,” demikian pernyataan Kedutaan Meksiko dalam rilisnya.

Baca juga:  Commemorate Philippines-France Relationship, Museum Pasifika Lent Collection of Art to "Diamond in the Rough"

Ditambahkan sejumlah pembicara berkompeten mengambil bagian dalam seminar ini. Salah satunya Adrian Vickers, dari University of Sydney dengan tema Miguel Covarrubias and Indonesian Art History.

Dr Rita Eder Institute of Asethetic Research UNAM sebagai komentator, Nancy Lutkehaus Ph.D Proffesor of Athropology USC dengan tema Miguel Covarrubias Balinese Drawing. Prof Dr I Wayan Dibia dengan tema Miguel Covvarubias Great contribution to Bali – Indonesia, Dr Judith E Bosnak mengangkat tema Mexican Covarrubias Meets the Balinesse Barong dan Phillipe Augier, Pendiri Museum Pasifika dengan tema “Miguel Covarrubias Transoceanic Artist.”

Phillipe mengatakan pihaknya sangat senang menjadi pembicara dalam webinar ini. “Miguel Covarrubias hidup antara Meksiko dan New York, antara dunia atlantik dan dunia pasifik, jika tidak selalu secara fisik, setidaknya budaya,” ungkapnya.

Baca juga:  Dari Warga Temukan Brankas Berisi Ini hingga Hambatan Penanganan COVID-19 di Bali

Museum Pasifika didirikan untuk mempertemukan karya seni dari kawasan Pasifik dengan karya seni Asia Tenggara, Indonesia dengan Bali yang berada di persimpangan kedua dunia tersebut. Terletak di Kompleks Nusa Dua di selatan Bali, Museum Pasifika dibangun di atas lahan seluas 12.000 meter persegi.

Ini mencakup 8 paviliun dan 11 ruang pameran. Menampilkan 600 karya seni dari 200 seniman dari 25 negara yang tinggal di Asia Pasifik dan terinspirasi olehnya. Museum Pasifika menyimpan koleksi lukisan dan patung yang mengesankan dari seluruh Asia Pasifik. Ini adalah pusat budaya dengan peran pendidikan dan sosial, daya tarik wisata berstandar internasional. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *