SEMARAPURA, BALIPOST.com – Eks galian C Gunaksa sangat strategis. Lokasinya persis di pinggir Jalan By-pass Prof. I.B Mantra.
Lahan yang dulunya compang-camping karena dikeruk, kini makin tak karuan. Alur Tukad Unda, yang hancur membuat aliran airnya mengalir kemana-mana, menjadi kolam pada lahan yang bopeng dan penuh tanaman enceng gondok ini.
Siapa yang menyangka lahan seluas lebih dari 300 hektare ini, dulunya adalah persawahan yang subur. Namun, letusan Gunung Agung tahun 1963 mengubah seluruh areal itu menjadi lokasi tambang pasir.
Bekas lahar dingin di areal Desa Gunaksa, Tangkas dan desa di sekitarnya terus dikeruk alat berat selama hampir 40 tahun sampai tahun 2002. Saat itu Pemkab Klungkung terpaksa menutup aktivitas pertambangan, karena aktivitas tambang sudah menimbulkan kerusakan parah terhadap lingkungan sekitar dan menimbulkan banyak penyakit.
Praktis sejak 2002 sampai 2017, wilayah ini menjadi terbengkalai. Sesekali ada yang nekat melakukan aktivitas tambang ilegal, tetapi langsung ditertibkan petugas.
Sempat pula pada pesisir pantainya dibangun Dermaga Gunaksa, sebagai akses penyeberangan ke Nusa Penida. Tetapi, hasilnya gagal total, setelah pemerintah pusat menguncurkan dana ratusan miliar.
Setelah terbengkalai selama 15 tahun, tahun 2017 areal 300 hektar ini kembali diterjang banjir lahar dingin saat kembali terjadi erupsi Gunung Agung. Situasi itu mengakibatkan areal sekitar semakin rusak.
Sehingga, sejak tahun 2019, setelah Gubernur Bali dijabat Wayan Koster, areal ini dilihat memiliki potensi untuk ditata. “Waktu itu saat lewat di Jembatan Tukad Unda menuju Karangasem, saya penasaran setelah melihat lahan ini. Kenapa lahan seluas ini bisa terbengkalai. Saking penasaran, hari berikutnya saya ke sana sendiri untuk memastikannya,” kata Gubernur Bali Wayan Koster saat kegiatan Konsultasi Publik terkait rencana pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali, di Balai Budaya Ida Dewa Agung Istri Kanya, Senin (16/11).
Ia mengaku awalnya Pusat Kebudayaan Bali (PKB) ini rencananya dibangun di Padanggalak, di atas lahan seluas 9 hektar. Namun, lokasi itu setelah dicek dirasakan kurang cocok.
Pilihan berikutnya sempat mengambil opsi di Gerokgak Buleleng. Kebetulan disana ada lahan Pemprov Bali seluas 600 hektar. Tetapi, menurutnya kurang tepat di sana sebagai pusat kebudayaan Bali, karena kultur masyarakatnya.
Gubernur Koster sempat pula ingin merealisasikannya di Jembrana, tetapi titik lokasi kurang strategis, bila dijangkau dari daerah lain.
Akhirnya, pilihan terakhir, ketemu lokasi eks galian C Klungkung. Ternyata seluruh aspek sangat memenuhi syarat sebagai PKB. Apalagi saat dibicarakan dengan Bupati Klungkung Nyoman Suwirta, juga sangat mendukung rencana itu.
Gubernur Koster pun terus mempelajari, kenapa di sana selalu gagal merealisasikan program-program pemerintah. Ia melihat selama 18 tahun upaya penataannya, terlalu banyak kepentingan lain.
Ini terbukti akhirnya banyak pejabat dan pihak terkait lainnya, terpaksa harus berurusan dengan hukum. Salah satunya, mantan Bupati Klungkung dua periode I Wayan Candra yang sudah menjadi terpidana kasus TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang).
Selain itu, sejumlah tuan tanah, juga terpaksa berurusan dengan hukum, karena terlibat dalam kasus mantan Bupati Candra. “Saya kaget saat cek status tanah ini. ‘Penyakit’-nya banyak. Ada permainan calo tanah dan lainnya. Ini yang harus dibereskan. Saya harus bebas dari permainan kotor di daerah ini. Pertanggungjawaban saya sekala niskala. Inilah pentingnya kita fokus, tulus dan lurus,” tegasnya. (Bagiarta/balipost)