I Gede Arya Sugiartha. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Merebaknya pandemi Covid-19 tidak menyurutkan daya kreatif seniman Bali dalam berkarya. Dengan pembatasan sosial menyebabkan berbagai aktivitas seni tidak bisa dilaksanakan.

Berbagai kegiatan ritual, hajatan seni budaya, seperti Pesta Kesenian Bali (PKB), dan perayaan-perayaan yang memerlukan kehadiran seni ‘’terpaksa’’ dihentikan sementara selama masa pandemi. Namun, seniman Bali tidak pernah kehilangan daya kreatif.

Justru dalam kondisi semuanya terportal, terbelenggu, dan terhenti, seniman dapat melahirkan sesuatu yang baru. “Saya mengamati setidaknya ada dua potensi penting dalam diri seniman Bali yang menyebabkan mereka bisa eksis, yaitu kreatif dan sikap profesional,” ujar Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum., Selasa (17/11).

Arya Sugiartha menambahkan, seniman kreatif selalu memiliki banyak gagasan, ide, sigap, serta mampu menggunakan bermacam-macam cara dan pendekatan dalam penciptaan karya baru. Dengan kreativitas orang dapat melakukan berbagai upaya, dari pemuliaan khazanah budaya yang diwariskan hingga hal-hal baru yang dirasakan relevan dengan kebutuhan kekinian.

Baca juga:  Partisipasi di "Earth Hour," Aston Denpasar Gunakan Penerangan Tenaga Surya

Kreativitas dalam merancang karya seni selain mengggunakan objek material lokal juga dilakukan dengan silang budaya, kolaborasi, dan penerapan teknologi. Arya Sugiartha menegaskan, seniman yang bersikap profesional selain memiliki keterampilan artistik juga memiliki kepekaan intuisi, ketajaman gagasan, peka membaca situasi dan kondisi zaman, serta tetap komitmen pada kualitas.

Sikap pasif ‘’menunggu wahyu’’ bukanlah ciri seniman profesional, karena kehadiran seni bukanlah sesuatu yang terberi melainkan harus diperjuangkan dengan kerja kreatif. ‘”Dalam situasi apa pun tugas seniman adalah untuk menciptakan karya seni yang memiliki daya tarik (auditif, visual, naratif, sensual, erotis) dan mengandung tuntunan. Ringkas kata, sebuah sajian seni harus menghibur, memukau, menyentuh haru, atau memperkaya batin pemirsa, jika gagal masyarakat akan meninggalkannya,” tegasnya.

Baca juga:  Taat Prokes, Inti Pelaksanaan PPKM

Dengan berbekal dua potensi seperti di atas, katanya, seniman Bali mampu bertahan dari dampak pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak akhir tahun 2019 yang lalu. Salah satu hal yang cukup membanggakan adalah munculnya seni virtual yang lahir sebagai hasil pencarian celah di tengah wabah, kini mewujud dalam citra dan estetika baru.

Selain melahirkan varian baru, yaitu seni virtual, pembatasan sosial di masa Covid-19 juga “mengajari” seniman agar melakukan adaptasi kreatif. Ketika pemberlakuan tata kehidupan era baru di Provinsi Bali, seni pertunjukan bisa dipergelarkan secara langsung namun tetap dengan pembatasan sosial dan mengikuti protokol kesehatan (prokes). Pergelaran seni yang biasanya dilakukan dengan melibatkan banyak orang dan waktu yang panjang, kini harus dikurangi guna memenuhi protokol kesehatan Covid-19.

Baca juga:  Tak Ada Pilihan Lain Selain Terapkan Prokes

Hal demikian menjadikan seniman harus mampu menyiasati agar dengan berbagai pembatasan kualitas seni tidak menurun. “Dari segi kreativitas, dampak pandemi COVID-19 dapat diatasi oleh seniman dengan melakukan adaptasi kreatif berlandaskan sikap profesional. Kendati demikian, satu problem penting yang terjadi saat ini adalah kesempatan seniman untuk tampil menjadi sangat terbatas. Semoga pandemi COVID-19 cepat berlalu, sehingga dunia seni dapat bergeliat kembali secara normal,” tegasnya. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *