NEGARA, BALIPOST.com – Kakao Jembrana menjadi salah satu komoditi inti sektor perkebunan di Jembrana yang penjualannya mampu tembus pasar ekspor. Kendati diakui menjadi komoditas bernilai ekonomi tinggi, masih ada beberapa kelemahan yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah.
Mulai dari sisi para penggarap hingga mekanisme pemasaran hasil panen. Memastikan ada perlindungan dalam pengelolaan kakao, Ranperda yang diajukan eksekutif tentang Perlindungan dan pengembangan Komoditas Kakao mendapat sambutan baik dari DPRD Jembrana. Seluruh Fraksi di DPRD Jembrana sepakat membahas Ranperda tersebut.
Namun ada beberapa catatan yang diharapkan bisa tertuang dalam payung hukum daerah itu nantinya. “Dari prestasi (Kakao) yang cukup banyak, perlu ada perbaikan dan evaluasi. Ranperda perlu secara teknis dan spesifik memperbaiki kelemahan,” ujar Ketua Fraksi PDI P Jembrana, I Ketut Sudiasa, saat Rapat Paripurna Pemandangan Umum Fraksi, Senin (16/11).
Sudiasa mengungkapkan perlu adanya kesamaan persepsi pekebun atau penggarap maupun kelompok tani pelaksanaan pascapanen. Masih banyak yang belum melaksanakan fermentasi biji kakao sehingga mengurangi kualitas.
Begitu halnya di fase penjualan, perlu memperhatikan target pasar dan mekanisme pemasaran. “Ini penting agar terhindar dari prakte monopoli dan atau penimbunan oknum terkait,” tambahnya.
Sementara itu, Fraksi Partai Gerindra melalui Ketua Fraksi I Ketut Sadwi Darmawan juga mendukung perlunya Perda tersebut. Namun yang harus diperhatikan, perlindungan lahan perkebunan Kakao agar yang tersedia dan produktif tidak beralih fungsi. “Kami sarankan agar disesuaikan dengan perda yang terkait. Misalnya Perda Tata Ruang. Jangan sampai di lahan yang produktif ternyata masuk zona industri. Kami harapkan ada penyesuaian tata ruang ini,” tandas Sadwi.
Fraksi ini juga menilai perlunya peran penyuluh dari dinas terkait untuk meningkatkan kompetensi petani Kakao. Masukan lainnya yang menjadi konsen adalah terkait perlindungan buruh Kakao.
Fraksi Kebangkitan Persatuan dengan Ketua Fraksi M. Yunus, menilai dalam pelaksanaan nanti diharapkan juga memperhatikan nasib buruh kebun agar terjamin keadilan dan kesejahteraan secara hukum dan ekonomi. Fraksi ini menilai dalam pelaksanaan perkebunan rentan terjadi ketimpangan keuntungan antara pekebun besar dengan buruh kebun. (Surya Dharma/balipost)