Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari Sp.A(K)., MTropPaed (Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)) memberikan paparan dalam dialog bertema keamanan vaksin dan menjawab KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) di Jakarta, Kamis, 19 November 2020. (BP/KCPEN)

JAKARTA, BALIPOST.com – Uji klinik vaksin Sinovac kini telah masuk fase III. Seluruh sukarelawan telah selesai melakukan penyuntikan di center Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad).

Uji klinik merupakan tahapan penting guna mendapatkan data efektivitas dan keamanan yang valid untuk mendukung proses registrasi vaksin COVID-19. “Perkembangan vaksin COVID-19 sudah masuk uji fase III, tinggal menunggu laporan dari Brazil, China, Turki, dan Indonesia. Setelah laporan selesai barulah keluar izin edarnya,” ujar Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Prof. Hindra Irawan Satiri, SpA(K), MTropPaed, pada acara Dialog Produktif bertema Keamanan Vaksin dan Menjawab KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi), yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Kamis (19/11).

Sejauh ini tidak ditemukan adanya reaksi yang berlebihan atau Serious Adverse Event yang ditemukan selama menjalankan uji klinik fase III di Unpad. Menurut Prof. Hindra, kaitan antara imunisasi dengan KIPI dideteksi dan dikaji untuk meningkatkan keamanan dan meyakinkan masyarakat, sehingga memberikan pelayanan yang aman bagi pasien dan memberikan informasi terpercaya.

Baca juga:  Puluhan Juta Pelanggar Terjaring dalam PPKM I dan II

“Saya tidak setuju terminologi anti vaksin, masyarakat sebenarnya masih mis konsepsi, artinya pengertian masyarakat belum mantap karena mendapat keterangan dari orang-orang yang kurang kompeten atau bukan bidangnya,” ucapnya.

Prof. Hindra mengatakan, masyarakat perlu mendapatkan informasi dari sumber-sumber terpercaya seperti organisasi profesi dan kesehatan terpercaya. Bukan dari situs yang tidak jelas atau grup WhatsApp yang dapat membingungkan. Semua fase-fase uji klinik vaksin memiliki syarat yang harus dilakukan.

Baca juga:  Sebelum Dimakamkan, Leo Batubara akan Disemayamkan di Gedung Dewan Pers

Semua syarat harus terpenuhi baru boleh melanjutkan ke fase berikutnya. Namun dalam keadaan khusus, seperti pandemi COVID-19, proses dipercepat tanpa menghilangkan syarat-syarat yang diperlukan. Semua proses ini pun didukung oleh pembiayaan dan sumber daya yang dibutuhkan, sehingga proses-proses yang lebih panjang dalam penemuan vaksin bisa dipersingkat.

“Di masyarakat beredar mitos yang mengatakan vaksin mengandung zat berbahaya. Hal ini tidak benar, karena tentu saja kandungan vaksin sudah diuji sejak pra klinik,” imbuhnya.

Vaksin, kata Prof. Hindra, sebenarnya tidak berbahaya. Namun perlu diingat vaksin merupakan produk biologis, sehingga bisa menyebabkan nyeri, kemerahan, dan pembengkakan yang merupakan reaksi alamiah dari vaksin.

Oleh karena itu, masyarakat harus berhati-hati mengenai mitos-mitos terkait KIPI. Apabila ditemukan KIPI, sebenarnya semua masyarakat bisa melaporkan ke Komnas KIPI melalui situs, www.keamananvaksin.kemkes.go.id.

Baca juga:  Pemda Perlu Bantu Biaya Vaksin COVID-19 Masyarakat

“Yakinlah keamanan vaksin itu dipantau sejak awal. Bahkan setelah vaksin diregistrasi, tetap dipantau dan dikaji keamanannya,” jelasnya.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan pendampingan sejak pengembangan protokol uji klinik dan inspeksi pelaksanaan uji klinik. Sedangkan untuk memastikan mutu vaksin COVID-19 dilakukan inspeksi kesiapan fasilitas produksi baik di Cina maupun di Bio Farma.

Prof. Hindra meyakini, selain COVID-19, masyarakat saat ini dihadapkan pula dengan informasi keliru yang tidak disikapi dengan bijak. “Musuh kita cuma satu yaitu virus. Musuh kita adalah musuh bersama, untuk melawannya kita harus bekerja sama agar upaya-upaya jadi efektif dan tidak mementingkan diri sendiri,” tandasnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *