Salah satu pembuat arak saat melakukan produksi dengan cara tradisional di atas tungku atau jalikan. (BP/Gik)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Isu RUU Larangan Minuman Beralkohol yang sedang bergulir di pusat, mulai di dengar kalangan pembuat arak. Salah satunya Ni Nengah Puspawati (32) di Desa Besan, Kecamatan Dawan. Dia yang sudah berproduksi selama 17 tahun, khawatir kalau mata pencariannya itu hilang, karena akan dilarang negara.

Puspawati saat ditemui, Jumat (20/11) mengatakan selama satu hari, dia bisa menghasilkan arak 5 botol. Sehingga selama tiga hari, dia bisa menghasilkan hingga 15 botol. Harga arak dengan kadar 15 persen Rp 15.000 ribu sedangkan 20 persen Rp. 20.000 ribu. Para pelanggannya selama ini tidak berasal dari daerah Klungkung saja, tetapi ada yang dari Tampaksiring, Sanur hingga Tabanan. Itu menunjukkan produksi araknya cukup laris, dimana hasilnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Baca juga:  Vonis Mantan Ketua LPD Gulingan Lebih Rendah dari Tuntutan

Produksi arak tradisional ini memang menjadi pekerjaan utama, selain keseharian membuat canang atau proyek bangunan. Setelah mengetahui informasi belakang ini tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) larangan minuman beralkohol (mikol) pihaknya sangat berharap pemerintah bisa memberikan kebijakan yang pro rakyat, agar ke depan tidak kehilangan mata pencaharian sehari-hari. Apalagi situasi saat ini masih pendemi Covid-19.

“Semoga pemerintah pusat bisa memberikan kebijakan dan solusi yang pro rakyat. Kami tidak mau kehilangan mata pencaharian sehari-hari yang sudah kami jalani belasan tahun,” keluh ibu dua orang anak ini.

Baca juga:  Dua RUU Diperpanjang Pembahasannya

Wakil Bupati Klungkung, I Made Kasta, sempat meninjau proses produksi petani arak tradisional yang dikelola Ni Nengah Puspawati Jumat (20/11). Tinjauan Wabup tersebut untuk memberikan rasa semangat kepada petani arak yang telah menekuni produksinya ini selama 17 tahun. Jangan sampai ada kekhawatiran berlebihan. Karena RUU ini masih berproses, belum diputuskan oleh lembaga dewan dan diundangkan oleh negara.

“Tetap jaga semangat yang tinggi, meskipun ada Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang larangan minuman beralkohol (mikol). Semoga pemerintah pusat, ke depan masih bisa memberikan kebijakan, agar masyarakat tidak kehilangan pekerjaannya. Warga disini hanya menggantungkan hidup hanya dari meproduksi arak saja,” ujar Wabup Kasta didampingi Camat Dawan Dewa Widiantara.

Baca juga:  IRT Tewas Gantung Diri di Tegallalang

Wabup Kasta juga mengaku merasa perihatin setelah melihat alat-alat produksi yang semuanya digunakan masih memakai bahan-bahan tradisional seperti kayu bakar dan kompor ciri khas di Bali, yakni tunggu api atau jalikan. Situasi ini menurutnya harus disikapi dengan bijak. Terlebih Pemprov Bali sendiri sudah memiliki Pergub yang mengakomodir produksi arak yang telah banyak dikemas dan tumbuh sebagai salah satu UMKM di Bali. (Bagiarta/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *