MANGUPURA, BALIPOST.com- Pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung hampir 9 bulan memukul pelaku usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM). Padahal saat krisis ekonomi melanda di 1998, UMKM masih bisa bertahan.
Ketua Umum Kadin Pusat, Rosan P. Roeslani, mengakui kondisi ini saat diwawancarai belum lama ini. Ia mengatakan dalam 9 bulan terakhir ini tekanan terhadap kesehatan dan ekonomi sangat besar dampaknya terutama untuk segmen UMKM. “Yang dulu tahun 1998, UMKM merupakan ujung tombak keluar dari krisis ekonomi, tapi tahun 2020 ini justru UMKM-lah yang paling terdampak,” ujarnya.
Keparahan dampak COVID-19 terlihat pada data OJK yaitu lebih dari 50 persen UMKM yang mendapatkan pendanaan perbankan telah meminta restruktrurisasi. Sementara di Bali sebanyak 182.476 rekening sudah mendapatkan restrukturisasi dengan total nilai Rp 28,09 triliun.
Khusus Kredit Usaha Rakyat (KUR), sebanyak 77.330 rekening dengan nominal Rp 3,37 triliun telah mendapatkan restrukturisasi. “Memang ini masa-masa sulit, masa yang tidak mudah karena hampir sebagian besar dunia usaha kita ini mengalami dampak yang cukup besar juga,” ungkapnya.
Ia menilai wajar saja jika Pemerintah Provinsi Bali termasuk Kadin di dalamnya, mengajukan soft loan ke pemerintah pusat bagi pengusaha di Bali sebesar Rp 9,5 triliun. “Sangat wajar karena justru itu hal yang sama dialami Kadin pusat. Ini proses penyelamatan dunia usaha, tapi suku bunga juga harus rendah,” tandasnya.
Kontribusi Bali terhadap devisa negara sangat tinggi sehingga ekonomi Bali harus dijaga. Negara harus hadir menyelamatkan ekonomi Bali. “Pemerintah harus hadir baik pemerintah pusat mapun daerah, bagaimana menjaga agar pertumbuhan dunia usaha yang ada di Bali bisa bertahan terlebih dahulu. Sehingga pada saatnya nanti, tahun depan atau 2022, pariwisata mulai bangkit membaik dan terus tumbuh secara berkesinambungan dan berkelanjutan,” katanya.
Langkah Gubernur Bali untuk membangun infrastruktur, disebutnya, salah satu upaya membangun ekonomi Bali. Tapi dampaknya bersifat jangka panjang.
Dalam situasi ini dan ke depan, menurutnya keunggulan ekonomi Bali yaitu pariwisata harus dipertahankan dan dijaga. Namun perlu juga melihat potensi lain di Bali, seperti pertanian dan sektor lain supaya tercipta keseimbangan. “Karena potensi Bali tidak hanya pariwisata tapi juga pertanian, perdagangan yang perlu didorong bersama-sama,” ujarnya.
Sektor pertanian, menurutnya, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap guncangan. Karena dengan melihat kondisi pertanian di masa pandemi, triwulan II dan triwulan III, sektor ini masih bertumbuh antara 2,19 persen sampai 2,15 persen secara nasional.
Padahal industri lain mengalami penurunan secara keseluruhan. Selaain itu, pertanian juga menyerap tenaga kerja tertinggi di Indonesia yaitu 29,5 persen. (Citta Maya/balipost)