DENPASAR, BALIPOST.com – Sekolah di lingkungan Yayasan Dwijendra Denpasar memiliki tradisi literasi berbasiskan budaya Bali dan agama Hindu. Programnya yakni masatua Bali lima menit sebelum pelajaran dimulai.
Program masatua Bali ini dilanjutkan saat proses belajar mengajar (PBM) daring selama pandemi Covid-19. Menurut Ketua Yayasan Dwijendra Denpasar Dr. Ketut Wirawan, S.H., M.Hum., pada masa pandemi Covid-19, program masatua Bali ini diselipi pesan- pesan protokol kesehatan (prokes) Covid-19.
Seperti anjuran BNPB melakukan 3M yakni memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak disesuaikan dengan tema cerita. Khusus untuk siswa SMA/SMK fokus pada cerita Mahabharata, sehingga lebih berkualitas sesuai jenjang pendidikannya. ‘’Menyelipkan slogan ‘Ingat Pesan Ibu’ dan prokes Covid-19 lewat budaya masatua Bali jauh lebih mengena, mudah dipahami, ringan dan menyenangkan,’’ katanya.
Wirawan menilai itulah cara terbaik guru-guru Dwijendra menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter yang sarat dengan pesan agama, moral, budi pekerti dan tanggung jawab sebagai warga negara. ‘’Kalau mereka disuruh menghafalkan bait Bhagawad-Githa terlalu berat, lebih baik diajak masatua Bali,’’ tegasnya.
Wirawan menambahkan, pandemi Covid-19 bagi warga Dwijendra dipakai sebagai tantangan dan kesempatan guru meningkatkan pelayanan lewat PBM berkualitas, baik dalam akademis maupun menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter. Ini sesuai dengan visi Yayasan Dwijendra sebagai lembaga pelestari dan pengembangan budaya Bali dan agama Hindu. Untuk itu, ia minta 5.000 lebih siswa Dwijendra menjadi pelopor ubah laku di masyarakat, khususnya dalam disiplin menjalankan prokes 3M di keluarga dan masyarakat. ‘’Hanya dengan prokes kita bisa menyelamatkan siswa dan guru dari ancaman terpapar Covid-19 sebelum vaksin ditemukan,’’ katanya.
Menurut Wirawan, pandemi Covid-19 berdampak postif bagi guru-guru Dwijendra. Mereka memiliki semangat tinggi berkreasi dalam mengajar secara daring atau berbasiskan teknologi informasi. Namun, diingatkan, ketika PBM tatap muka dimulai, jangan sampai guru kembali ke PBM konvensional.
Ia menyarankan agar PBM tatap muka dimulai usai pilkada atau awal Februari 2021. Alasannya, sekolah perlu waktu melakukan simulasi agar benar-benar memenuhi syarat. ‘’Dwijendra memakai purnama pada 30 November nanti sebagai momentum mendoakan sekala dan niskala agar kita selamat menjalankan PBM tatap muka. Saya tekankan, kunci utama PBM tatap muka yakni adanya izin dari orangtua siswa. Sebab, seberapa pun kesiapan sekolah, tanpa izin orangtua anaknya ke sekolah, PBM tak bisa dilakukan,’’ katanya mengingatkan. (Sueca/balipost)