DENPASAR, BALIPOST.com – Konflik agraria di Sumberklampok berpuluh tahun tak kunjung usai. Namun, Gubernur Bali Wayan Koster berhasil menyudahi konflik agraria di Desa Sumberklampok, Gerokgak, Buleleng itu.
Dalam siaran pers Humas Pemprov Bali, hal tersebut ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Bali dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Negara Provinsi Bali dengan Tim 9 Desa Sumberklampok di Jayasabha, Denpasar, Kamis (26/11). Sebanyak 900 KK di Desa Sumberklampok nantinya memiliki legalitas yang sah atas tanah yang ditempati berupa Sertifikat Hak Milik (SHM).
“Sudah terlalu lama masyarakat Sumberklampok menunggu penyelesaian permasalahan ini guna mendapatkan kejelasan hak mereka,” ujar Gubernur Koster.
Konflik agraria yang selama ini kerap menimbulkan gesekan antara pemerintah dan masyarakat setempat akhirnya terselesaikan dengan kata mufakat. Setelah masyarakat Sumberklampok menyetujui poin-poin yang ditawarkan pihak Pemprov Bali lantaran mengutamakan keberpihakan kepada mereka.
Adapun poin-poin dalam Kesepakatan Bersama itu diantaranya Gubernur dan Kepala Kantor Pertanahan Negara Wilayah Provinsi Bali menjamin warga Sumberklampok untuk mendapatkan hak atas tanah pemukiman dan garapan yang diawali dengan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik sebagai dasar penerbitan SHM. Sementara itu untuk keseluruhan lahan eks HGU Nomor 1, 2 dan 3 Desa Sumberklampok seluas 619,94 Ha, dan yang dapat dibagi adalah seluas 514,02 Ha setelah dikurangi pembagian lahan untuk pekarangan seluas 65,55 Ha, fasum dan fasos seluas 9,91 Ha, serta jalan/pangkung/sungai seluas 23,37 Ha.
Dari total lahan yang tersisa seluas 514,02 Ha disepakati 70 persen menjadi hak warga Desa Sumberklampok. Sedangkan tanah seluas 30 persen menjadi hak Pemprov Bali.
Menurut Koster, hal ini sebagai upaya Pemprov Bali dalam mewujudkan kepastian hak dan kepastian hukum masyarakat. “Ini wujud komitmen saya sejak lama untuk menyelesaikannya, agar kedua belah pihak baik Pemprov Bali maupun warga disana mendapatkan kepastian hukum,” tegasnya.
Langkah yang diambil, lanjut Koster, sudah berdasarkan penelusuran dokumen-dokumen, mempelajari sejarah keberadaan warga setempat, dan tak lepas dari hasil koordinasi bersama stakeholder terkait. Seperti DPRD Provinsi Bali, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali, serta jajaran Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng. Skema pembagian yang diambil, dikatakam sudah yang terbaik.
“Win-win solutions bagi kedua belah pihak, dan tetap lebih mengutamakan kepentingan masyarakat. Untuk itu, mari kita jaga baik-baik kesepakatan ini,” ujarnya.
Koster meminta agar masyarakat lebih mengutamakan cara-cara musyawarah dalam penyelesaian masalah, dan tidak cepat terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Mengingat, permasalahan tanah merupakan hal yang sensitif. Kesepakatan ini pun sudah atas persetujuan DPRD Provinsi Bali.
“Kalau tidak dapat persetujuan dari DPRD, kesepakatan ini tidak akan jalan. Jadi mari kita jaga bersama-sama, jangan sampai ada tindakan-tindakan yang mencederai kesepakatan ini. Jika timbul permasalahan baru, kesepakatan ini bisa saja dicabut lagi nantinya, ” pungkasnya.
Ketua DPRD Provinsi Bali, I Nyoman Adi Wiryatama menyatakan keputusan yang diambil antara eksekutif dan legislatif tersebut merupakan sejarah baru yang besar untuk Bali. Mengingat lamanya permasalahan yang terjadi dan tidak terselesaikan. “Ini adalah keputusan yang sangat-sangat pro rakyat, masyarakat sudah mendapatkan haknya, secara yuridis sudah terpenuhi,” ujarnya.
Wiryatama menambahkan, apa yang menjadi bagian Pemprov Bali, nantinya pun untuk kepentingan masyarakat. Sepenuhnya dikelola untuk kepentingan warga Sumberklampok, warga Buleleng, bahkan masyarakat Bali.
Sementara itu, Kepala Desa Sumberklampok I Wayan Sawitra Yasa mewakili warga Sumberklampok menyampaikan apresiasi dan ucapan terimakasih atas keputusan yang diambil Pemprov Bali. Ia berjanji sepenuhnya akan bertanggung jawab menjaga kesepakatan yang sudah disetujui bersama-sama tersebut. (Rindra Devita/balipost)