BERLIN, BALIPOST.com – Jerman, yang dulunya merupakan negara yang menjadi harapan di tengah merebaknya pandemi COVID-19 di Eropa, kini mencatatkan kasusnya yang sejuta orang pada Jumat (27/11) waktu setempat. Walaupun penyebaran virus menjadi lebih menurun karena adanya pembatasan ketat di sejumlah negara Eropa, dikutip dari AFP, benua ini tetap menjadi episentrum dari pandemi COVID-19.
Sebab, Eropa mencatatkan lebih banyak kasus dari Amerika Serikat selama seminggu terakhir. Sampai belum lama ini, Jerman dianggap relatif sukses dalam menghambat penyebaran COVID-19. Bahkan menyebabkan munculnya harapan, karena pemerintah di negara itu menerapkan sistem pembatasan di sejumlah lokasi penyebaran virus namun di lokasi lainnya warga masih diizinkan menjalani hidup hampir seperti normal.
Namun, pendekatan itu ternyata gagal diterapkan saat gelombang kedua virus ini terjadi di negara tersebut. Bahkan mengancam kondisi perekonomian terbesar di Eropa itu dan membebani karena akan tibanya liburan musim dingin.
Institut Robert Koch mencatat lebih dari 22.000 kasus baru pada Jumat. Menyebabkan kumulatif kasusnya menjadi lebih dari sejuta orang.
Yang lebih mengkhawatirkan, jumlah pasien COVID-19 yang ada di ICU meningkat tajam dari 360 orang di awal Oktober menjadi lebih dari 3.500 orang pada minggu lalu.
Kanselir Jerman, Angela Merkel telah meminta seluruh resort di Uni Eropa tutup hingga 10 Januari. Hal ini tidak berlaku bagi Swiss yang ada di luar blok itu.
Kelonggaran Natal
Meski angka kasus masih tinggi, sejumlah negara di Eropa akan melakukan pelonggaran sejumlah kebijakan untuk Natal dan Tahun Baru. Mengizinkan keluarga berkumpul sebelum kembali mengetatkan peraturan hingga vaksin COVID-19 yang ampuh tersedia.
Belgia akan mengizinkan toko-toko kembali buka mulai 1 Desember. Namun akan tetap memberlakukan kebijakan semi-lockdown setidaknya hingga pertengahan Januari.
Sejauh ini, negara berpenduduk 11,5 juta orang itu hanya mengizinkan toko yang menjual bahan pokok, seperti makanan, untuk beroperasi.
Kebijakan di Belgia juga dilakukan Jerman, Luksemburg, dan Belanda.
Prancis juga menjadwalkan pemberian izin dibukanya kembali toko-toko yang menjual produk non-pokok mulai Sabtu (28/11).
Italia melonggarkan sebagian kebijakan di
Lombardy dan Piedmont, serta Calabria pada Minggu. Mengubah tingkat kewaspadaan di daerah-daerah itu dari merah ke orange.
Irlandia juga mengumumkan akan melonggarkan pembatasan untuk mengizinkan sejumlah bisnis buka kembali.
Secara global, lebih dari 1,4 juta kematian dilaporkan dan 61 juta orang terinfeksi COVID-19. Seiring masih menyebarnya virus dan vaksin pertama diperkirakan baru bisa diproduksi bulan depan, hampir seluruh dunia menghadapi musim dingin yang suram. Di tengah keterbatasan gerak, beban ekonomi yang makin berat, dan gangguan kesehatan mental. (Diah Dewi/balipost)