Oleh Dewa Gde Satrya
Implementasi CHSE (clean, health, safety and environment) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kebersihan, kesehatan, keselamatan dan kelestarian lingkungan, bagi sektor pariwisata Indonesia seperti menemukan kembali jatidiri yang telah lama tersimpan, yakni Sapta Pesona Wisata. Mungkin selama ini nilai luhur Sapta Pesona Wisata disangsikan dan diremehkan.
Atau sebaliknya, telah menjadi rutinitas yang melekat dalam keseharian. Bila itu yang terjadi maka Indonesia siap menyambut the new normal yang menjadi standar layanan prima baru umat manusia.
Sapta Pesona Wisata biasanya menggema atau menjadi tema normatif tatkala menyambut masa high season, di saat liburan sekolah, libur nasional, libur keagamaan. Pada masa itu, otoritas pariwisata menyampaikan surat imbauan yang ditujukan kepada kepala daerah se-Nusantara menyikapi peningkatan kegiatan wisata pada high season.
Departemen Pariwisata meminta agar kepala-kepala daerah menciptakan keamanan, kenyamanan dan ketertiban di seluruh pusat aktivitas pariwisata di masing-masing daerah, dalam bentuk kegiatan antara lain pemeriksaan kelayakan sarana dan prasarana wisata seperti akses jalan menuju objek wisata, angkutan, akomodasi, dan restoran, serta fasilitas rekreasi.
Sapta Pesona Wisata, sebuah konsep tata nilai yang dilahirkan dan dipopulerkan mantan Menparpostel era orde baru Soesilo Soedarman (1988-1993) menjadi inti pembangunan kepariwisataan di ranah faktor manusia. Sapta Pesona Wisata yang terdiri dari keamanan, kebersihan, ketertiban, kesejukan, keindahan, keramahtamahan, serta memberikan kenangan yang mengesankan pada wisatawan merupakan elemen dasar pariwisata yang menempatkan masyarakat sebagai faktor penting dalam implementasinya (Spillane, 1987).
Dulu masyarakat mengenal Kelompok Sadar Wisata dan merasakan pentingnya program tersebut. Program Sadar Wisata menggambarkan partisipasi dan dukungan segenap masyarakat dalam mendorong terwujudnya iklim yang kondusif bagi berkembangnya kepariwisataan di suatu destinasi wilayah. Tujuan dari kegiatan ini adalah, pertama, meningkatkan pemahaman segenap komponen masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik dalam mewujudkan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya pariwisata serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua, menggerakkan dan memotivasi kemampuan serta kesempatan masyarakat sebagai wisatawan untuk menggali dan mencintai Tanah Air.
Mengingat, peran serta masyarakat dalam pembangunan pariwisata semakin penting pada masa post-pandemi (the new normal), maka implementasi Sapta Pesona Wisata dirasakan sangat kontekstual dan relevan dengan kebutuhan normalisasi dan pertumbuhan kembali sektor pariwisata pascapandemi. Sapta Pesona merupakan jabaran konsep Sadar Wisata, khususnya terkait dukungan dan peran masyarakat sebagai tuan rumah (host) dalam upaya menciptakan lingkungan dan suasana kondusif yang mampu mendorong tumbuh dan berkembangnya industri pariwisata yang mengalami penegasan akan standar baru dalam hal higienitas, kebersihan dan kesehatan lingkungan, pelayanan prima dari penyedia jasa wisata yang menjamin kesehatan wisatawan.
Uraian Sapta Pesona adalah sebagai berikut (Panduan Sadar Wisata, Depbudpar RI, 2008), pertama, aman. Menggambarkan suatu kondisi lingkungan destinasi wisata yang memberi rasa tenang, bebas dari rasa takut dan kecemasan wisatawan. Dari segi daerah tujuan wisata, membuat nyaman wisatawan dalam melakukan kunjungan. Dari segi masyarakat, memiliki spontanitas dan kerelaan untuk menolong, melindungi, menjaga, memelihara, memberi dan meminimalkan risiko buruk bagi wisatawan yang berkunjung. Keamanan perlu senantiasa dikedepankan, mulai dari perjalanan menuju lokasi wisata, selama berada di tempat wisata, hingga kepulangan ke daerah asal.
Kedua, tertib. Mencerminkan destinasi yang meniscayakan sikap disiplin, teratur dan profesional, sehingga memberi kenyamanan kunjungan wisatawan. Masyarakat ikut serta memelihara lingkungan, mewujudkan budaya antre, taat aturan, teratur, rapi dan lancar. Ketertiban pertama-tama tampak secara nyata di tempat-tempat wisata. Ketiadaan ketertiban akan mengurangi kenyamanan berwisata.
Ketiga, bersih. Menggambarkan layanan destinasi yang mencerminkan keadaan bersih dan sehat hingga memberi rasa nyaman bagi kunjungan wisatawan. Masyarakat (wisatawan) diharapkan semakin sadar kebersihan dengan tidak asal membuang sampah/limbah. Sampah-sampah berserakan di tempat-tempat wisata sepantasnya perlu kita minimalisir. Kebutuhan akan contactless dalam pelayanan saat ini semakin meningkat, dengan tetap mempertahankan sentuhan kemanusiaan yang menjadi ciri khas hospitality.
Keempat, sejuk. Destinasi wisata yang sejuk dan teduh akan memberikan perasaan nyaman dan betah bagi kunjungan wisatawan. Kelima, indah. Destinasi wisata yang mencerminkan keadaan indah menarik yang memberi rasa kagum dan kesan mendalam kepada wisatawan. Masyarakat diharapkan selalu menjaga keindahan objek dan daya tarik wisata dalam tatanan harmonis yang alami. Keenam, ramah tamah. Merupakan sikap masyarakat yang mencerminkan suasana akrab, terbuka dan menerima, sehingga wisatawan betah atas kunjungannya.
Masyarakat di sekitar lokasi wisata diharapkan menjadi tuan rumah yang baik dan rela membantu wisatawan, memberi informasi tentang adat istiadat secara spontan, bersikap menghargai/toleran terhadap wisatawan yang datang, menampilkan senyum dan keramah-tamahan yang tulus. Ketujuh, kenangan. Kesan pengalaman di suatu destinasi wisata akan menyenangkan wisatawan dan membekas kenangan yang indah, sehingga mendorong pasar kunjungan wisata ulang. Saatnya pula memanfaatkan momentum wisata lebaran ini dengan menyajikan makanan/minuman khas yang unik, bersih dan sehat, serta menyediakan cenderamata yang menarik.
Penulis, dosen Hotel & Tourism Business, Fakultas Pariwisata, Universitas Ciputra Surabaya