DENPASAR, BALIPOST.com – Kedatangan vaksin COVID-19 saat ini sudah dalam hitungan jari. Persiapan terus dilakukan untuk menyambut kedatangan vaksin ini di Indonesia. Namun, ada pula yang masih ragu terhadap efektivitas vaksin ini.
Padahal, dari sisi biaya yang dikeluarkan, imunisasi dan pelaksanaan protokol kesehatan 3M (menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak) jauh lebih murah dibandingkan pengobatan saat menderita COVID-19. Demikian mengemukan Dialog Produktif dengan tema “Vaksinasi : Pencegahan VS Pengobatan, yang dipantau di kanal YouTube Kemkominfo TV, Selasa (1/12) dari Denpasar.
Data Kementerian Kesehatan, menurut survey yang dilakukan Guru Besar Kesehatan Masyarakat Prof. Hasbullah Thabrany, sekitar Rp 184 Juta hingga Rp 250 juta dihabiskan secara rata-rata untuk membiayai perawatan penderita Covid-19 hingga sembuh. Biaya ini tidak murah dan ditanggung oleh pemerintah yang berarti menjadi beban APBN.
Sementara melalui jalur perawatan mandiri, jumlahnya bervariasi. Bahkan beberapa orang ada yang mengklain biayanya mencapai angka di atas 600 juta rupiah.
Menurut Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Kemenkes, dr. H. Mohamad Subuh, MPPM, mencegah lebih murah daripada mengobati. Ia mengutarakan dengan memperbanyak uang untuk kesehatan, nantinya kesehatan itu akan menghasilkan uang. “Saya lihat pemerintah sudah all out, dari sektor kesehatan dananya begitu besar dikasi. Segala macam cara kita usahakan untuk itu. Tujuannya satu, ingin menyehatkan individu. Kalau individu sehat, keluarga sehat, tatanan masyarakat sehat, produktivitas akan meningkat dan pendapatan meningkat,” ujarnya.
Ia pun memaparkan sejumlah varian yang menyebabkan biaya perawatan pasien COVID-19 menjadi tinggi, salah satunya karena adanya komorbid. Namun, pemerintah lanjutnya, mempunyai limited resources sehingga melakukan upaya pencegahan.
Salah satu pencegahannya yang paling spesifik adalah imunisasi. Ia pun menjelaskan perbedaan vaksin, vaksinasi, dan imunisasi. Vaksin adalah produk biologis, vaksinasi adalah proses memasukkan produk, dan imunisasi adalah proses menjadi kebal. “Ada dua syarat utama, yakni keamanan dan efikasi. Efikasi adalah efek maksimal. Indonesia menambah satu syarat lainnya, yakni Halal. Sehingga tidak ada lagi permasalahan menolak nantinya,” ungkap Subuh.
Terkait pencegahan berupa protokol kesehatan 3M, Subuh menyebutkan sadar adalah segala-segalanya. Jadi sadar secara individu bahwa kesehatan adalah investasi yang sangat penting, lanjutnya, yang harus ditanamkan. “Itu fakta yang harus kita pahami bersama. Individu harus sadar bahwa bisa melindungi diri sendiri adalah investasi bagi kita,” tegasnya.
Ia mengakui ini membutuhkan waktu yang lama dan tidak bosan-bosannya. Ia pun menilai sosialisasi sudah cukup massif tapi belum progresif. “Harus secara massif, progresif, dan terus menerus,” sebut Subuh. (Diah Dewi/balipost)