DENPASAR, BALIPOST.com – BPJS Kesehatan disarankan untuk merevisi kebijakan terkait sistem rujukan. Mengingat saat ini, sistem rujukan dibuat bertingkat mulai dari puskesmas, lalu RS tipe C, B, dan A.
Sementara tidak semua wilayah, termasuk di Bali memiliki RS tipe C karena taraf layanan kesehatannya sudah dengan fasilitas lebih bagus. Imbasnya, pasien harus dirujuk terlebih dahulu ke RS tipe C di luar wilayahnya. “Sepertinya harus direvisi sistem rujukan saat ini, kurang relevan. Contohnya di Badung yang tidak memiliki RS tipe C, saat ini harus dirujuk ke Tabanan dulu. Kalau tidak tertangani di sana, baru dirujuk lagi ke Badung, padahal didekat rumahnya ada rumah sakit,” ujar Gubernur Bali Wayan Koster saat mengikuti rapat koordinasi bersama Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) secara virtual di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Jaya Sabha, Denpasar, Selasa (1/12).
Menurut Koster, pasien akhirnya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan pertolongan. Selain itu, penanganan juga tidak sesuai kebutuhan yang diperlukan. Mestinya, pasien tidak perlu sampai dirujuk kesana kemari. Tapi cukup datang ke RS terdekat di wilayah mereka, dan sesuai kebutuhan gangguan kesehatan yang dialami pasien.
“Masyarakat saat ini sudah cerdas, mereka sudah tau mana RS yang fasilitasnya memadai atau tidak,” imbuhnya.
Karena itulah, Koster menyarankan BPJS Kesehatan agar merevisi kebijakan terkait sistem rujukan. Terlebih, sistem saat ini juga mempengaruhi pendapatan daerah kabupaten/kota yang rata-rata mengelola RS tipe B karena pasien dialihkan ke RS tipe C yang kebanyakan milik swasta.
Hal inipun ditakutkan menjadi permainan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Pihaknya berharap ada pengawasan dari BPJS Kesehatan melibatkan daerah agar tercipta tata kelola layanan yang lebih baik.
Paling tidak bisa terbangun satu sistem koordinasi secara vertikal maupun horizontal. Saat ini, Pemprov tidak memiliki fungsi pengawasan secara langsung, sehingga tidak bisa ikut mengontrol. “Fasilitas RS daerah di Bali rata-rata sudah bagus dan lengkap. Jadi penyelenggaraan pelayanan BPJS juga saya harapkan tertib dan merata. Jangan sampai ada kesenjangan,” imbuhnya.
Di sisi lain, Koster juga berharap agar kepesertaan BPJS Kesehatan berdasar kriteria Penerima Bantuan Iuran (PBI) dapat 100 persen ditanggung negara. Mengingat, kondisi ekonomi dan pendapatan per kapita daerah terutama Bali yang tergantung sektor pariwisata terpengaruh pandemi Covid – 19.
“Tapi tidak menutup kemungkinan, daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota di Bali melaksanakan kewajiban sesuai bunyi undang-undang,” tandasnya.
Perwakilan dari DJSN, dr. Mohammad Subuh tak menampik bila saat ini banyak kepesertaan yang menunggak hingga nonaktif lantaran terdampak pandemi Covid-19. Menurutnya, masalah ini perlu dipikirkan bersama-sama untuk mendapatkan solusi.
Pemangku
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bali Wayan Koster juga mengusulkan agar para sulinggih dan pemangku di Bali mendapat tanggungan BPJS Ketenagakerjaan dari negara. Ini lantaran para sulinggih/pemangku yang ada di masing – masing desa adat di Bali bekerja tanpa kenal waktu memuput upacara keagamaan.
“Saya khusus menyampaikan usulan agar para tenaga kerja di bidang keagamaan seperti para pemangku sebagai komponen yang mendapat tanggungan negara untuk BPJS Ketenagakerjaan. Karena merekalah yang memimpin doa-doa, memimpin upacara-upacara yang digelar di masyarakat yang tidak tergantung waktunya. Kadang pagi, siang, bahkan malam,” terang Gubernur yang konsisten menjaga adat dan budaya Bali ini. (Rindra Devita/balipost)