DENPASAR, BALIPOST.com – Pertemuan internasional pertama dengan sistem hybrid, yakni sebagian peserta mengikuti secara offline dan sebagian lagi ikut secara virtual digelar di Nusa Dua, Kamis (10/12). Kegiatan ini adalah Bali Democracy Forum ke-13 yang rutin digelar tiap tahun di Bali untuk membahas praktik demokrasi di negara-negara yang menerapkannya.
Menurut Menteri Luar Negeri RI, Retno Masurdi, dalam jumpa pers yang disiarkan langsung lewat kanal YouTube MoFA Indonesia, kegiatan berskala internasional ini merupakan yang pertama digelar sejak pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Ia mengatakan BDF kali ini diikuti secara offline oleh 44 peserta dari 26 negara dan 3 organisasi internasional dan sekitar 500 orang secara virtual dari 69 negara dan 4 organisasi internasional. “Jadi kita selenggarakan BDF secara hybrid. Kita melihat antusiasme yang tinggi dari negara-negara di berbagai kawasan,” ujarnya.
Ia mengutarakan penerapan protokol kesehatan sangat ketat. Seluruh peserta dan panitia telah melakukan PCR test dan hasilnya negatif. “Ditetapkannya protokol kesehatan yang ketat merupakan hal yang pasti dan harus dilakukan dalam setiap tahapan kegiatan ini,” tegasnya.
Bali Democracy Forum mengambil tema “Democracy and COVID-19 Pandemic.” Ia menyebut hal ini sangat relevan karena dampak pandemi bukan hanya aspek kesehatan dan ekonomi, tapi juga demokrasi. BDF merupakan kesempatan yang baik bagi seluruh peserta untuk mendiskusikan berbagai hal penting mengenai keterkaitan antara demokrasi dan pandemi COVID-19.
Sehingga demokrasi dan pandemi COVID-19 bukan merupakan sesuatu hal yang dipertentangkan. Disebutkannya, diskusi secara hybrid mengenai hal ini dilakukan. “Kita yakin demokrasi merupakan tools yang paling tepat bagi setiap negara untuk melawan pandemi ini,” jelasnya.
Meskipun, berdasarkan survey yang ada, demokrasi di seluruh dunia mengalami kemunduran selama 14 tahun terakhir. Dan, pandemi menciptakan tantangan tambahan bagi demokrasi.
Sebab, beberapa pihak restriksi yang dijalankan selama pandemi diartikan dengan bertabrakan dengan kebebasan individu. Padahal, sebenarnya bukan itu yang terjadi. “Pembatasan-pembatasan terbatas yang sifatnya sementara itu diperlukan dan harus dilakukan namun terus dipantau pelaksanaannya agar dapat mencegah kemungkinan munculnya risiko terkurangkannya kebebasan dasar yang memang harus terus dihormati dan diimplementasikan,” sebutnya.
Demokrasi pada saat yang sama dijadikan ruang menyebarkan disinformasi yang dapat tidak dapat membantu dalam upaya memerangi pandemi COVID-19 ini. Retno menyebutkan demokrasi telah melahirkan harapan dan optimisme untuk segera keluar dari pandemi.
Bali Democracy Forum merupakan pertemuan lintas negara dan lintas lembaga yang digagas dan digelar oleh Indonesia rutin tiap tahun sejak 2008. Forum tersebut mempertemukan setidaknya lebih dari 50 negara sebagai peserta, 73 negara sebagai pengamat, dan 10 organisasi internasional yang berkedudukan di wilayah Asia Pasifik. (Diah Dewi/balipost)