Seorang pemilih memasukkan surat suara di kotak suara dalam Pilwali Kota 2020. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di enam kabupaten/kota di Bali telah berlangsung aman, damai, dan tertib, Rabu (9/12). Kendati demikian, persentase pemilih setiap daerah yang tidak datang ke TPS alias golput cukup tinggi.

Pengamat politik Dr. Gede Wirata, S.Sos., M.AP. mengatakan, meningkatnya jumlah golput pada pilkada serentak 2020 disebabkan beberapa kemungkinan. Pertama, masyarakat yang memiliki hak pilih kemungkinan sudah jenuh dengan janji-janji manis yang dikeluarkan pasangan calon (paslon) saat kampanye.

Sebab, masyarakat paham betul setelah menjadi pemimpin, kepala daerah terpilih lupa dengan janji-janjinya tersebut. Bahkan, turun ke masyarakat pun enggan dilakukan. Padahal, saat kampanye getol turun ke warga dengan berbagai janji manisnya.

Baca juga:  Catatan Kritis Partisipasi Pemilu 2019

Kemungkinan kedua yaitu pilkada dilaksanakan pada masa pandemi Covid-19. Masyarakat pemilih merasa takut keluar rumah untuk menyoblos karena khawatir terinfeksi virus Corona.

Apalagi, ada imbauan dan ajakan untuk tetap tinggal di dalam rumah. Selain itu, banyak masyarakat yang pesimis, paslon mana pun yang terpilih, kehidupan mereka tidak akan ada perubahan.

‘’Kemungkinan ketiga, masyarakat lebih baik bekerja agar dapur tetap ngebul dibandingkan datang ke TPS. Tidak bekerja maka keluarga tidak makan. Intinya lebih mengutamakan keberlangsungan kehidupan keluarga dibanding datang ke TPS,’’ ujar Dekan FISIP Universitas Ngurah Rai Denpasar ini.

Sementara itu, Ketua Pemuda Panca Marga (PPM) Provinsi Bali Dr. Drs. I Made Gde Putra Wijaya, S.H., M.Si. mengapresiasi jalannya pesta demokrasi secara umum berjalan dengan lancar, aman, dan tertib. Kendatipun terjadi pelanggaran besar atau kecil tentu harus diselesaikan dengan pihak terkait sebagai warga negara yang baik yang taat akan hukum negara.

Baca juga:  Rayakan HUT Ke-2, APDB Gelar Pengundian Berhadiah Utama Mobil

Ia berharap, seandainya terjadi pelanggaran-pelanggaran kecil atau segelintir, hendaknya diselesaikan di tingkat daerah dan tidak diselesaikan pada ranah yang lebih tinggi dalam hal ini Mahkamah Konstitusi (MK).

Bagi paslon kepala daerah yang terpilih (versi hitung cepat), katanya, agar tidak ada dusta kepada rakyat. Apa yang dijanjikan kepada masyarakat harus ditepati.

Apalagi rakyat sekarang sedang merasakan dampak dari pandemi Covid-19. Semua aspek terdampak, mulai dari ekonomi, kesehatan, pendidikan, terlebih sektor pariwisata yang sangat terpukul sekali.

Baca juga:  Dari Masa Tenang hingga Pencoblosan, Ini Hasil Pengawasan Bawaslu Bali

Usai pilkada ini, Putra Wijaya mengajak kepada segenap elemen masyarakat atau pemimpin terpilih kalau bisa tidak ada kalah-menang, dan membangun bersama antara kelompok pendukung. Sebab, dalam sebuah pertarungan menang-kalah hal yang biasa dan selalu ada. ‘’Mari bersama membangun dan merajut kebersamaan pembangunan daerah. Bagi yang belum terpilih, tidak selamanya tidak mendapatkan kesempatan untuk memberikan sumbangsih pemikiran-pemikiran positif untuk memberi masukan demi pembenahan-pembenahan. Yang menang sekarang adalah rakyat dengan melalui mekanisme pencoblosan. Oleh karenanya, kepala daerah yang terpilih harus bisa merangkul semua untuk membangun kesejahteraan masyarakat dan daerahnya,’’ tegasnya. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

3 KOMENTAR

  1. masyarakat tidak saja jenuh tapi sudah muak dengan janji janji.. fakta selama 5 tahun hingga 10 tahun berlalu tidak ada hasil yang terlihat.. meski ada hanya kamuflase saja.. para kepala daerah cenderung menjadi berlagak bak raja setelah terpilih, bahkan cenderung meremehkan masyarakat kecil yg justru dijadikan objek, demi proyek menguntungkan, bukan kemaslahatan..masih banyak lagi lah yg mengecewakan… yg jelas kekayaannya dan nepotism nya semakin bertambah.

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *