Mengatasi masalah sampah, Desa Bindu memasukkannya dalam perarem. (BP/Dokumen)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Desa Adat Bindu Desa Mekar Bhuwana, Kecamatan Abiansemal, Badung memasukan masalah pengolahan sampah dalam perarem (peraturan) desa adat. Upaya ini guna mengatasi masalah sampah yang menjadi momok di masyarakat.

Bandesa Desa Adat Bindu, I Gusti Ngurah Suastawa, saat ditemui Senin (14/12) membenarkan telah memasukan pengolahan sampah dalam perarem desa adat. Tujuannya, agar sampah yang dihasilkan di masyarakat tidak dibuang sembarangan.

“Kami mencoba mengolah sampah dari sumbernya, yakni rumah tangga. Nah agar masyarakat patuh terhadap program pengolahan sampah ini dibuatlah perarem,” ujarnya.

Menurutnya, isi perarem mewajibkan masyarakat memilah sampah yang dibuang, baik sampah organik maupun anorganik. Menariknya, masyarakat yang melanggar aturan adat ini tidak dikenakan sanksi administrasi, melainkan sanksi moral.

“Mereka yang melanggar tidak dikenakan denda, namun petugas pemungut sampah tidak akan memungut sampah tersebut melainkan akan melaporkan kepada saya selaku bendesa. Saya pun akan mengingatkan masyarakat yang belum memilah sampah dengan baik,” ungkapnya.

Baca juga:  Berenang di Pantai Sanur, Waspadai Ubur-ubur Bluebottle Beracun

Pemberian sanksi moral tersebut, kata Gusti Ngurah Suastawa lebih efektif dibandingkan sanksi administrasi. Masyarakat merasa malu jika mendapat teguran, sehingga mereka melakukan pemilahan sampah dengan baik.

“Kalau kami berikan sanksi denda, mereka bayar sudah selesai, tapi kalau sanksi moral mereka akan merasa malu sampai diingatkan,” ucapnya.

Sejak adanya perarem tersebut, desa adat yang terdiri dari satu banjar adat dan 268 KK ini berhasil mengolah sampah menjadi berkah bukan lagi musibah. Sebab, setelah sampah dipilah di rumah tangga petugas pengangkut sampah akan membawa sampah tersebut ke TPS 3R Bhakti Pertiwi yang dibuat swadaya oleh warga desa adat senilai Rp 450 juta.

Baca juga:  Cegah Banjir, Badung Gencarkan Normalisasi Sungai

“Selama enam bulan ini kami sudah berhasil mengelola sampah yang dihasilkan warga. Sampah yang sudah dipilah akan diangkut petugas dibawa ke TPS3R untuk diolah. Sampah organik akan dicacah dan diolah menjadi pupuk kompos, sedangkan yang anorganik seperti botol plastik akan dijual,” ujarnya.

Diakui, pupuk kompos yang dihasilkan dipasarkan ke masyarakat dengan harga Rp 1000 perkilogram. Bahkan, pihaknya kewalahan memenuhi permintaan akan pupuk kompos. Namun pihaknya tidak menargetkan pada produksi pupuk, melainkan agar sampah yang selama ini jadi masalah klasik teratasi.

“Kami dua hari sekali mengolah 400 kilo sampah yang dipungut dari masyarakat rata-rata satu kilo per KK. Dalam pengolahan hingga menjadi pupuk memerlukan waktu 5 bulanan lebih, sehingga sering kewalahan memenuhi permintaan. Namun target kami bukan itu (pendapatan, red) yang penting masalah sampah bisa teratasi dulu,” terangnya.

Baca juga:  Dengarkan Desa Adat, Jangan Paksakan Reklamasi Teluk Benoa

Setelah berhasil mengolah sampah menjadi pupuk, Desa Adat Bindu akan mencoba mengolah sampah anorganik, sehingga memiliki nilai jual lebih tinggi. Pihaknya, telah bekerjasama dengan salah satu sekolah untuk membuat mesin pencacah plastik.

Tak hanya itu, pihaknya juga akan membuat perkebunan sayuran organik dengan memanfaatkan pupuk yang dihasilkan di TPS3R tersebut.

“Target kami dua tahun ke depan adalah program sampah bisa dimakan. Artinya, dari rumah tangga sampah diolah di TPS pupuknya kami akan manfaatkan untuk berkebun dan hasilnya akan kami jual ke masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari,” pungkasnya. (Parwata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *