I Gusti Agung Rai Suryawijaya. (BP/dok)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 2021 Tahun 2020 terkait perayaan Nataru menimbulkan polemik di kalangan pelaku pariwisata. Sebab, surat edaran yang berlaku mulai 18 Desember 2020 hingga 4 Januari 2021 menimbulkan “cancel” kedatangan wisatawan.

Sebab, wisatawan, terutama yang datang melalui udara harus mengeluarkan biaya tambahan di luar tiket dan akomodasi. Sebab, dalam SE tersebut mewajibkan wisatawan yang datang ke Bali membawa hasil tes swab PCR negatif.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung, I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya saat dikonfirmasi Rabu (16/12) tak menampik jika pemberlakuan SE itu menjadi beban tambahan bagi wisatawan. Namun, kebijakan ini positif dalam rangka membebaskan Bali dari COVID-19.

Baca juga:  Diduga Karena Ini, Guide Tewas Tenggelam di Pulau Menjangan

“Saya garis bawahi, Bapak Gubernur Bali tidak menutup orang datang ke Bali, jadi tetap membuka. Yang diinginkan orang-orang yang datang ke Bali harus sehat. Sehat ini harus dibuktikan dengan PCR,” katanya.

Menurutnya, pelaku pariwisata jangan lupa Bali menjadi role model pariwisata Indonesia. Bali juga menjadi lokomotif pariwisata nasional.

Karena itu, Bali harus dapat meyakinkan dunia, terlebih Januari 2021 berencana akan membuka pasar internasional. “Meyakinkan dunia perlu kehati-hatian karena pandemi COVID-19 masih ada dan angkanya fluktuatif. Saya bahkan menghimbau seluruh anggota PHRI membuat Satgas Gotong-royong di hotelnya masing-masing tujuanya untuk mensosialisasikan protokol kesehatan yang kita sebut CHSE,” jelasnya.

Baca juga:  Dari Kasus Wanita Dibunuh hingga Saat "Layani" Tamu Keempat

Dikatakan, jika tidak dilakukan antisipasi dengan penerbitan SE Gubernur, akan muncul klaster baru COVID-19 karena mereka yang merayakan Nataru akan menyelengarkan kegiatan yang mengundang kerumunan massa. “Ingat Bali begitu dibuka untuk internasional tidak boleh ditutup lagi, jangan seperti negara lain masih buka tutup. Karena itu, bapak gubernur melarang keras perayaan tahun baru, mengunakan petasan, dan melarang mabuk,” terangnya.

Kendati demikian, Rai Suryawijaya mengakui kebijakan yang diambil Pemerintah Provinsi Bali akan menjadi beban atau menambah biaya wisatawan yang datang ke Bali. “Pasti itu (menambah beban wisatawan) dari tadinya rapid test yang harganya di bawah Rp 100 ribu, sekarang harganya jauh lebih tinggi karena Swab, tapi kembali lagi ini untuk memastikan yang datang ke Bali sehat,” pungkasnya. (Parwata/balipost)

Baca juga:  Kasus COVID-19 Naik Signifikan di DKI Jakarta dan Bali, Menteri Luhut Minta Berkumpul Jumlah Besar Tak Lagi Diizinkan
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *