DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 2021 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Masyarakat Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 dalam Tatanan Kehidupan Era Baru di Provinsi Bali. Salah satu isinya adalah melarang keras digelarnya pesta perayaan tahun baru 2021 untuk mencegah timbulnya klaster baru penularan COVID-19.
Guru besar Unhi Prof. Dr. Putu Gelgel dan Asdir II Program Pascasarjana Unhi, Dr. Wayan Budi Utama, memahami kebijakan Pemprov Bali yang dikeluarkan melalui SE tersebut agar Bali dapat segera bebas dari penyebaran virus Corona. Wayan Budi Utama mengatakan, masyarakat harus sadar bahwa pandemi COVID-19, belum berakhir. Situasi yang ada saat ini boleh dikatakan kritis.
Sebagai penanggung jawab di daerah tentu Gubernur tidak bisa lepas dari kebijakan pusat. Di sisi lain masyarakat sudah terbiasa merayakan Nataru dengan pesta-pesta dan keramaian.
Menurut Budi Utama, merayakan Nataru bisa dilakukan di rumah masing-masing bersama keluarga tercinta. Tentu saja dengan menerapkan protokol kesehatan 3 M—memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.
Dengan tidak bermaksud mengecilkan arti makna perayaan Nataru, kata Budi Utama, sesungguhnya hal itu bisa dilakukan tahun berikutnya. Mudah-mudahan pandemi COVID-19 ini sudah teratasi. “Saya pikir masyarakat bisa memahami jika bercermin dari penundaan pawai ogoh-ogoh saat pangerupukan serangkaian Hari Raya Nyepi Maret lalu. Dengan pertimbangan yang sangat rasional, gegap gempita menyambut perayaan Nyepi 2020 lalu bisa dikendalikan. Semoga perayaan Nataru ini bisa bercermin dari situ, demi kesehatan kita bersama,’’ ujarnya.
Sementara itu Prof. Putu Gelgel menyampaikan, karena peraturan (SE) ini sudah dikeluarkan maka sebagai warga negara, wajib hukumnya menaatinya. ‘’Kita harus taat terhadap peraturan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah tersebut. Cuma peraturan ini hendaknya dijalankan secara adil dan sungguh-sungguh. Jangan sampai ada yang tidak mengindahkan peraturan tersebut. Jadi, intinya sebagai warga negara atau krama Bali, harus taat pada peraturan pemerintah,’’ katanya.
Lain soal jika peraturan ini belum dikeluarkan, masyarakat bisa memberi masukan. Misalnya, syarat para wisatawan datang ke Bali cukup dengan hasil rapid test, yang dananya sekitar Rp 150.000. Kalau dengan swab, biayanya cukup mahal, sekitar Rp 900 ribu. Tetapi yang jelas, baik masyarakat maupun wisatawan harus taat melakukan protokol kesehatan agar Covid-19 segera bisa diatasi.
Seperti diketahui Gubernur Bali mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2021 Tahun 2020 yang isinya antara lain melarang pesta perayaan tahun baru 2021 untuk mencegah timbulnya klaster baru penularan COVID-19. Larangan pesta ditujukan kepada setiap orang, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum yang melaksanakan aktivitas selama libur hari raya Natal dan menyambut tahun baru 2021.
Selain itu, juga dilarang keras menggunakan petasan, kembang api, dan sejenisnya. Begitu pula mabuk minuman keras dilarang saat libur Natal dan tahun baru. Para pelanggar akan dikenakan sanksi sesuai dengan Pergub No.46 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 dalam Tatanan Kehidupan Era Baru, serta peraturan perundang-undangan lainnya.
Surat Edaran Nomor 2021 Tahun 2020 itu tidak hanya memuat soal larangan pesta tahun baru dan kembang api, tetapi juga memuat ketentuan bagi Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) yang akan memasuki wilayah Bali. PPDN salah satunya wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif uji swab berbasis PCR minimal 2×24 jam sebelum keberangkatan dan mengisi e-HAC Indonesia bagi yang melakukan perjalanan dengan transportasi udara.
Sedangkan yang memakai kendaraan pribadi melalui transportasi darat dan laut wajib menunjukkan hasil negatif uji rapid test antigen minimal 2×24 jam sebelum keberangkatan. Surat keterangan hasil negatif tersebut harus masih berlaku selama masih berada di Bali. Jika kunjungan melebihi dari batas berlaku surat keterangan hasil negatif, maka harus melakukan uji swab atau rapid test antigen di Bali. Surat keterangan hasil negatif uji swab berbasis PCR dan hasil negatif uji rapid test antigen berlaku selama 14 hari sejak diterbitkan. (Subrata/balipost)