Pembeli bertransaksi di Pasar Badung. Di tengah pandemi COVID-19 ini, daya beli masyarakat mengalami penurunan drastis. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com- Tahun depan diperkirakan masih akan sulit bagi Bali untuk mengandalkan pariwisata. Terlebih, hingga akhir tahun ini diberlakukan pengetatan protokol kesehatan di pintu masuk Bali seiring libur Natal dan Tahun Baru.

Menurut akademisi dari Undiknas Prof. Ida Bagus Raka Suardana, kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah bisa membuyarkan prediksi yang sudah dirancang sebelumnya. Sehingga Bali belum bisa lepas dari kondisi ketidakpastian.

Dikatakannya, Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 4,5 persen – 5,5 persen jika vaksin sudah tersedia, dan kasus Covid-19 berkurang. Jika kondisi itu tidak terjadi, ekonomi Bali masuk dalam skenario terburuk.

Ketika kondisi seperti itu terjadi, yang terjadi hanya pergerakan ekonomi lokal. “Artinya berbelanja antarorang lokal, uangnya pasti terbatas, karena tidak ada masuk dari luar. Jadi yang harus dilakukan adalah menggeliatkan ekonomi di tingkat kecil saja, karena perusahaan yang besar pasti akan kesulitan, hotel bintang 4 dan 5 pasti akan terkoreksi pertumbuhannya,” sarannya.

Baca juga:  Perayaan Galungan di Tengah Pandemi, Maknai Yadnya yang Beritual Bukan Festival

Raka mengatakan menggeliatkan ekonomi lokal dimulai dari pemenuhan kebutuhan sehari-hari, pendidikan, dan kesehatan. Yang harus dilakukan adalah mengubah perilaku untuk mengubah konsumsi produk-produk lokal, berbelanja kepada teman, berbelanja kepada orang sekitar atau orang Bali sendiri. “Jadi bisa digerakkan di tingkat lokal itu saja, karena orang luar tidak akan bisa masuk,” tegasnya.

Ia mencontohkan, dengan menjamurnya marketplace dan online shop, masyarakat banyak berbelanja ke luar Bali. Dengan demikian, uang dari Bali akan keluar, sehingga masyarakat diharapkan membelanjakan uangnya di tingkat lokal saja. Dengan begini, peredaran uang di tingkat lokal meningkat.

Baca juga:  Jumlah Kunjungan Wisman November 2019, Australia Duduki Posisi Teratas

Raka Suardana menambahkan, produksi di tingkat lokal juga harus ditingkatkan. Bagi masyarakat yang terbiasa memproduksi produk-produk konsumsi, harus bergerak usahanya, baik dari sisi kualitas maupun pemasarannya. “Seperti jajan lokal, buah-buahan lokal karena impor sekarang pasti sulit, ada aspek positifnya,” imbuhnya.

Sebelumnya, Bali sempat berharap ada uang masuk dengan dibukanya pariwisata untuk wisatawan domestik. Namun kondisi berkata lain, orang dari luar menurun drastis dan uang yang akan beredar berkurang, dan prediksi yang sudah dirancang akan buyar.

Pertumbuhan DPK minus, dan kredit tidak terlalu tinggi. Hal ini wajar terjadi, menurutnya, karena orang yang bekerja dirumahkan dan masyarakat mengalami penurunan pendapatan, sehingga kemampuan konsumsinya juga melemah.

Alhasil, tabungan dan simpanan yang selama ini ada, dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kendati demikian, kata Raka Suardana, bank atau lembaga keuangan akan tetap sebagai penggerak ekonomi, meskipun kondisi perbankan juga tidak meyakinkan.

Baca juga:  Pelayanan Air Bersih di Nongan Terganggu

Perbankan, menurutnya, harus menyiapkan strategi ke depannya untuk menghadapi masa sulit 2021. ‘’Bali harus siap menghadapi kondisi ini,’’ ujarnya.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Hanif Yahya mengatakan, menghadapi 2021 Bali harus fokus mengandalkan potensi internal karena sumbangan pariwisata yang berasal dari potensi luar Bali akan sangat terbatas ke depannya. ‘’Seperti memajukan industri kreatif dan pertanian modern menjadi tumpuan untuk meningkatkan ekonomi Bali,’’ ujarnya.

Ke depan, katanya, jika pariwisata tidak bisa memberikan energi baru bagi Bali, maka ekonomi Bali akan suram. Maka dari itu, potensi yang ada di Bali harus digerakkan dan ditingkatkan. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *