Para ibu-ibu yang bekerja di lokasi pemindangan ikan di Desa Kusamba. (BP/Dokumen)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Peringatan Hari Ibu 22 Desember tahun ini nampak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pandemi COVID-19 membuat ibu-ibu harus berjuang lebih keras agar bisa bertahan hidup dan memenuhi tanggung jawab keluarga. Seperti yang diperlihatkan ibu-ibu di lokasi pemindangan ikan di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan. Ratusan ibu di lokasi itu, terus berjuang keras untuk menyelamatkan ekonomi keluarga di tengah pandemi COVID-19.

Sambil beraktivitas, semua ibu nampak wajib menerapkan protokol kesehatan, utamanya memakai masker, Selasa (22/12). Mereka tetap bersemangat berjuang menjadi penyelamat ekonomi keluarga. Setiap hari mereka harus bergelut dengan pekatnya asap, dan panasnya api proses memasak ikan yang diolah menjadi ikan pindang. Nampak sangat melelahkan. Namun, tak ada pilihan lain, karena sejak pandemi, praktis nyaris tak ada pilihan lain selain konsisten dengan rutinitas sambil menunggu situasi ekonomi segera pulih.

Baca juga:  Menteri BUMN dan Dirut BRI Komitmen Dukung UMKM Naik Kelas

Pekerjaan ini mereka lakukan setiap hari dari pukul 11.00 wita hingga pukul 16.00 sore. NI Nyoman Sudiasih, salah satu pemindang di lokasi, mengakui sangat sulit menghadapi pandemi COVID-19. Pandemi membuat penjualan hasil produksinya anjlok. Upah pun berkurang. Dia mengaku masih bisa bertahan, karena suaminya masih bisa bertahan dari aktivitas menjadi nelayan. Walaupun ikan kadang tidak didapat saat melaut.

Sudiasih dan sesama ibu-ibu pemindang di lokasi, setiap hari bekerja tak mengenal lelah. Suasana panas di sekitar lokasi pemindangan membuat keringat mereka tak berhenti membasahi baju mereka. Mereka tak bisa jauh dari lokasi pemindangan, karena proses yang terjadi pada ikannya harus terus dipantau, agar tidak melepuh atau rusak karena kerasnya suhu bara api di tungku.

Baca juga:  Evaluasi Mingguan Penanganan COVID-19, Bali Masih di 5 Besar Angka Kesembuhan Tapi Posisinya Turun

Bekerja di lokasi sentra pemindangan ikan terbesar di Bali ini, hasilnya tak lah seberapa. Hanya Rp 50 ribu sampai Rp 60 ribu sehari. mereka wajib memastikan ikannya matang dengan bagus agar laku dijual ke pasar-pasar tradisional di Denpasar, Gianyar serta Klungkung. “Ikan biasanya datang dari Nusa Penida dan Karangasem. Biasanya jam 10.00 pagi ikan sudah datang. Makanya baru bisa diproses jam 11.00 wita. Setelah matang, besoknya baru dijual ke pasar-pasar tradisional,” kata Sudiasih.

Baca juga:  Diskominfos Bali Kembali Catat Hoax dan Disinformasi

Sosok ibu lainnya, Wayan Switari layaknya Sudiasih, ia mengaku harus bekerja keras di lokasi pemindangan ikan ini. Sebab, suaminya sebagai tukang bangunan sudah lama tidak bekerja lantaran tidak ada yang membangun ditengah kesulitan ekonomi saat ini akibat pandemi COVID-19. “Corona bikin suami sulit dapat pekerjaan. Tidak ada yang mau bangun rumah. Jadinya menganggur,” katanya.

Ibu-ibu di lokasi pemindangan ini berharap pandemi COVID-19 segera berakhir dan situasi segera normal kembali. Sehingga produksi ikan normal lagi dengan normalnya permintaan di pasar tradisional dan daya beli masyarakat. (Bagiarta/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *