DENPASAR, BALIPOST.com – Banyak cerita rakyat mengandung makna filosofis yang dapat dijadikan sesuluh hidup pada era kekinian. Salah satunya, cerita Wayang Tantri.
Salah satu dari cerita itualah yang dituangkan ke dalam karya rupa berjudul ‘’Pedanda Baka’’ oleh perupa I Gede Made Surya Darma. Karya itu dipamerkan bersama karya lain dari sejumlah perupa dalam ajang gelar senirupa bertajuk “Sip Setiap Saat” di Griya Santrian Hotel, Sanur, mulai Senin (28/12).
‘’Sebagai salah satu cara untuk merespons situasi pandemi COVID-19 yang saat ini melanda dunia, saya berupaya memaknai kembali cerita Wayang Tantri yang mengisahkan cerita Pedanda Baka yang saya tuangkan ke dalam kanvas. Walaupun cerita ini sudah sangat tua, namun pesan yang disampaikan sangat relevan dengan era kekinian,’’ ujar lulusan ISI Yogjakarta yang sempat berpameran di sejumlah negara itu, Selasa (29/12).
Dikatakan, pada zaman serba online dan era disruption saat ini, pesan yang ada dalam cerita tersebut penting dimaknai. Cerita Pedanda Baka tersebut menurutnya sangat relevan dijadikan sesuluh hidup agar kita selalu waspada, sehingga tidak mudah terkena tipu.
Dalam lukisan itu Surya Darma menggambarkan seekor burung kuntul (Pedanda Baka) berpura-pura bijak, mengenakan jubah pendeta untuk menipu ikan-ikan di sebuah telaga. Ia mati dicekik kepiting, karena diketahui ulah bejatnya, menipu.
Perupa asal Desa Senganan, Penebel, Tabanan ini, juga menampilka performance art berjudul “Blind In Paradise”. “Lukisan ini saya akan kolaborasikan dengan karya performance art yang pernah saya buat di Museum Nasional Bangalore India pada 2011, karena adanya kedekatan kosep,” ujarnya.
Dalam pertunjukan seni itu ia akan berkalaborasi dengan penabuh gender wayang dari Sanggar Seni Kembang Bali, I Putu Purwangsa Negara, D Jimmy Tedjalaksana (musisi dan founder Virama Music studio), dan Tobias Werrbach (musisi dari Jerman). (Subrata/balipost)