DENPASAR, BALIPOST.com – Berdasarkan statistik, setiap dua tahun sekali di wilayah Indonesia terjadi gempa berpotensi tsunami. Oleh karena itu, masyarakat dihimbau agar selalu mewaspadai gempa berpotensi tsunami. Meskipun pada tahun 2020 ini tidak terjadi gempa yang berpotensi tsunami.
Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dr. Daryono, mengatakan di Indonesia ada sebanyak 8.264 kali gempa terjadi sepanjang 2020. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan pada tahun lalu, sebanyak 11.515 kali. “Merefleksikan kejadian gempa pada tahun ini, masyarakat Indonesia tetap harus waspada terhadap potensi bahaya gempa maupun tsunami yang dapat menyertainya. Sebagai langkah antisipasi masyarakat pesisir rawan tsunami, wajib memahami konsep evakuasi mandiri,” ujarnya saat memberikan keterangan pers kaleidoskop kebencanaan 2020 secara virtual, Selasa (29/12).
Dalam penjelasan kegempaan sepanjang 2020, Daryono menyampaikan bahwa gempa dengan kekuatan lebih dari M5.0 sebanyak 244 kali, sedangkan kurang dari M5.0 sebanyak 8.020 kali. Dari sejumlah gempa yang terjadi, sebanyak 754 kali gempa yang dirasakan oleh masyarakat dengan tingkat guncangan yang berbeda.
Analisis seismitas sepanjang tahun ini, wilayah yang sangat aktif gempa yaitu wilayah Barat Aceh, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Maluku Utara dan Seram. Dilihat dari sisi jumlah berdasarkan bulan di tahun ini, gempa paling banyak terjadi pada bulan Maret yang berjumlah 965 kali. Sebaliknya, gempa paling sedikit pada bulan Januari dengan jumlah 518 kali.
Sedangkan gempa merusak pada 2020, BMKG mencatat 11 gempa merusak yang terjadi di Simeuleu, Seram, Sukabumi, Tapanuli Selatan, Sabang, Maluku Utara, Bengkulu, Talaud, Pangandaran, Mamuju Tengah dan Brebes-Kuningan.
Menurut Daryono, tahun 2021 wilayah Indonesia masih tetap aktif gempa. Data yang dihimpunnya mencatat rata-rata kegempaan dalam setahun terjadi sebanyak 6.000 kali. Ini disebut wajar karena sumber gempa di Tanah Air sangat banyak, yaitu 13 segmen megathrust dan lebih dari 295 segmen sesar aktif.
“Kita perlu mewaspadai zona seismic gap, seperti zona subduksi Mentawai, selatan Banten-Selat Sunda, selatan Bali, Lempeng Laut Maluku, Lempeng Laut Filipina dan Tunjaman Utara Papua,” tandas Daryono.
Ia menambahkan, bahwa zona seismic gap lain yang perlu diwaspadai yaitu zona sesar Lembang, segmen Aceh, segmen Matano dan Sesar Sorong. Kewaspadaan menjadi titik berat mengingat potensi bahaya yang dapat mengakibatkan jatuhnya korban masyarakat dan kerusakan infrastruktur.
Di sisi lain, Daryono menyampaikan bahwa masyarakat diharapkan selalu waspada terhadap bahaya gempa bumi karena berdasarkan catatan katalog gempa merusak tidak harus berkekuatan besar (M>6,0) tetapi gempa dangkal berkekuatan 4,0 – 5,0 dapat merusak. “Sebagai upaya mitigasi, membangun rumah tahan gempa di daerah rawan gempa adalah solusi utama dalam mengurangi bahaya dan risiko bencana gempa bumi,” pungkasnya. (Winatha/balipost)