DENPASAR, BALIPOST.com – Laju pertambahan kasus COVID-19 aktif di dua bulan terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Pemerintah juga melihat ada beberapa daerah yang bed occupancy ratio (BOR) mencapai di atas 62 persen. Dua alasan ini yang mendasari dikeluarkannya kebijakan Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa-Bali seperti terungkap dalam keterangan pers yang disiarkan kanal YouTube BNPB Indonesia dipantau dari Denpasar, Kamis (7/1).
Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Dr. Ir. Airlangga Hartarto, M.B.A., M.M.T. sesuai dengan yang disampaikan, pembatasan kegiatan ini bukan pelarangan kegiatan masyarakat. Masyarakat, diminta tidak panik. Dan, kebijakan ini mencermati perkembangan COVID-19 yang ada.
Ia mengungkapkan secara nasional terjadi tren peningkatan jumlah penambahan kasus mingguan COVID-19. Peningkatan dalam minggu terakhir sebesar 7,3 persen dari 84.434 kasus (21-28 Desember 2020) menjadi 51.986 (28 Desember 2020 – 4 Januari 2021). Selain itu, sejumlah provinsi dan kabupaten/kota masuk ke dalam wilayah dengan zona risiko tinggi penyebaran COVID-19.
“Ada 4 parameter yang digunakan dalam menerapkan kebijakan ini. Apa yang diatur bukan menghentikan seluruh kegiatan. Kegiatan-kegiatan sektor esensial, baik itu bahan pangan, energi, ICT, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri pelayanan dasar, utilitas, ovitnas, seluruhnya bisa berjalan. Ini diberlakukan mulai 11 hingga 25 Januari,” jelas Airlangga yang juga ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN).
Kondisi ini pun dibenarkan Ketua Satgas Penanganan COVID-19, Letjen Doni Monardo. Ia mengungkapkan dalam tempo dua bulan terjadi peningkatan kasus aktif dua kali lipat. Ini konsekuensinya menyebabkan tambahan pasien di hampir semua RS. “Ditambah lagi, SDM nakes kita, dokter kita, yang jumlahnya terbatas. Sehingga perlu ada langkah-langkah yang tepat dan terukur agar kasus aktif ini tidak makin meningkat dan kita bisa mengendalikan masyarakat tidak semakin banyak terpapar,” ujarnya.
Dampak dari masyarakat yang dirawat pararel dengan jumlah dokter dan tenaga kesehatan yang juga terpapar. Dampak langsungnya terjadi peningkatan dokter yang meninggal karena COVID-19 padahal jumlah dokter di Indonesia terbatas.
Doni Monardo mengatakan berdasarkan pengalaman pembatasan pada pertengahan September 2020, dari angka 67 ribu kasus aktif bisa ditekan hingga 54 ribu selama 1,5 bulan. “Pengalaman yang lalu ini kita ulangi kembali lewat pembatasan diharapkan persentasenya bisa lebih besar. Pada periode September November persentasenya sekitar 20 persen penurunannya,” ungkapnya.
Diperlukan strategi dan upaya untuk bisa meningkatkan disiplin masyarakat terhadap protokol kesehatan. Untuk itu, seluruh jaringan dimanfaatkan dari tingkat kelurahan. Gubernur diminta mengaktifkan seluruh posko. Bagi mereka yang abai protokol kesehatan perlu diberikan sanksi.
Posko ini penting karena terdiri dari berbagai unsur dan berada pada satu sistem. “Edukasi dan sosialisasi tidak boleh berhenti. Kita lihat daerah yang rutin dan bertahan untuk selalu mengingatkan, dia mampu menekan kasus,” jelasnya.
Ia mengajak masyarakat untuk melakukan evaluasi. “Mari kita bandingkan, permintaan kita semua kepada masyarakat untuk patuh protokol kesehatan, memakai masker, menjaga jarak, tidak boleh berkerumun, mencuci tangan sesering mungkin, belum sebanding dengan pengorbanan para dokter dan perawat yang harus melayani pasien. Marilah kita bekerja keras untuk bisa meningkatkan disiplin masyarakat,” ujarnya.
Ia mengakui dibutuhkan stamina dalam menghadapi pandemi ini. Sebab, belum ada yang tahu kapan pandemi ini akan berakhir. “Mari kita bersatu semua di bawah satu komando kepala negara untuk bisa menghadapi COVID-19 ini. Ini momentum terbaik bagi kita, sesuai dengan profesi masing-masing kita berjuang untuk bangsa kita untuk menghadapi COVID-19 ini,” tegasnya. (Diah Dewi/balipost)