DENPASAR, BALIPOST.com – Kasus COVID-19 Bali mengalami lonjakan signifikan pada Jumat (8/1). Jumlahnya ada di atas 230 kasus, rekor baru yang diciptakan Bali. Sebelumnya rekor terbanyak kasus COVID-19 terjadi pada Kamis, 3 Desember 2020 dengan jumlah 230 orang.
Data Satgas COVID-19 Bali mencatat ada 231 kasus COVID-19 yang dilaporkan. Kumulatifnya mencapai 19.026 orang.
Sementara itu, korban jiwa bertambah 4 orang. Kumulatifnya menjadi 556 orang. Rinciannya 552 WNI dan 4 WNA.
Untuk kasus sembuh masih dilaporkan. Kabar baiknya jumlahnya juga cukup tinggi meski masih lebih sedikit dari kasus baru. Terdapat 114 pasien sembuh. Kumulatif kasus mencapai 16.972 orang.
Kasus aktif kini mencapai 1.384 orang. Mereka dirawat dan dikarantina di 17 RS dan dikarantina di Bapelkesmas, Wisma Bima, UPT Nyitdah, dan BPK Pering.
Dampak Libur Nataru
Tingginya jumlah tambahan kasus tak hanya dialami Bali, bahkan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito, menyoroti hal ini saat memberi keterangan pers yang ditayangkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (7/1), dipantau dari Denpasar. Ia sangat menyayangkan penambahan kasus yang dinilai sebagai dampak dari masa libur panjang Natal dan Tahun Baru 2021 dan akibat semakin abainya masyarakat dalam kepatuhan disiplin protokol kesehatan.
Seharusnya, perkembangan kasus COVID-19 paska libur panjang 3 periode sebelumnya, bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat. Malahan paska libur panjang periode keempat di tahun 2020, penanganan COVID-19 belum bisa diperbaiki, meskipun pemerintah sudah bekerja keras menekan penularan kasus. “Ini adalah kondisi yang sangat mengkhawatirkan dan perlu untuk segera dihentikan,” tegas Wiku.
Dari data Sistem Monitoring Bersatu Lawan Covid (BLC) Perubahan Perilaku terlihat sejak Minggu ketiga September hingga minggu keempat Desember, grafik persentase kepatuhan menurun. Pada kepatuhan memakai masker, menurun 28 persen. Persentase kepatuhan menjaga jarak dan menghindari kerumunan menurun 20,6 persen.
“Temuan minggu ini sangatlah berbahaya. Karena menggambarkan adanya sikap abai di tengah masyarakat atas pentingnya penerapan protokol kesehatan. Sikap abai ini bukan hanya semata-mata kesalahan masyarakat, tetapi juga bagian tidak berhasilnya penegakan dan pengawasan dari masing-masing pemerintah daerah,” Wiku menekankan.
Berdasarkan data grafik perbandingan, tren kepatuhan protokol kesehatan dan penambahan kasus positif mingguan, Wiku menjabarkan bahwa terlihat menurunnya kepatuhan sejalan dengan meningkatnya penambahan kasus positif. Pada periode Oktober – Desember 2020, kepatuhan memakai masker rata-rata diatas 70 persen, untuk menjaga jarak dan menjauhi kerumunan berada di atas angka 60 persen.
Sedangkan pada Desember 2020, kepatuhan memakai masker berada di angka 55 persen (turun 28%). Untuk menjaga jarak dan menghindari kerumunan turun ke angka 39 persen (turun 20%).
Membandingkan dengan grafik tren penambahan kasus positif mingguan, ada kenaikan drastis pada rentang Oktober – Desember 2020 dengan persentase peningkatan di angka 113%, jika dibandingkan pada Minggu pertama September 2020. “Artinya dengan penurunan kepatuhan protokol kesehatan yang hanya sebesar 20, 30 persen, ternyata mengakibatkan penambahan kasus positif lebih dari 100 persen. Ini bukan suatu kebetulan, data telah dengan nyata menunjukkan tren kepatuhan menurun berbanding lurus dengan tren penambahan kasus positif mingguan yang semakin meningkat,” katanya.
Maka dari itu, masyarakat diminta patuh dan saling mengingatkan serta menegur orang-orang terdekat yang melanggar protokol kesehatan. Dan bagi pemerintah daerah untuk selalu mengakses dan memantau data kepatuhan protokol kesehatan melalui sistem Bersatu Lawan Covid Perubahan Perilaku dan menjadi dasar mengambil tindakan tegas mengakukan disiplin protokol kesehatan. (Diah Dewi/balipost)