Oleh Dr. Ir. I Gede Sedana, M.Sc., M.Ma.
Harga kedelai di dalam negeri semakin meningkat hingga menembus Rp 9.000 per kilogram yang sebelumnya hanya berkisar antara Rp 6.500 sampai Rp 7.500 per kilogram, diakibatkan oleh kenaikan harga internasional. Ternyata Indonesia merupakan salah satu dari tujuh negara di dunia sebagai pengimpor kedelai terbesar di dunia, selain China dan negara lainnya.
Sangat ironis, Indonesia sebagai negara agraris setiap tahunnya selalu impor kedelai, sementara lahan-lahan pertanian di dalam negeri memiliki potensi yang tinggi untuk pengelolaan usahatani kedelai. Kenaikan harga kedelai di dalam negeri ini sangat memukul dan menggoncang usaha kecil tahu dan tempe yang berbahan baku kedelai di beberapa daerah di Jawa. Bahkan kondisi ini diprediksi akan tetap terjadi hingga Maret 2021, sehingga diperlukan adanya upaya-upaya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang oleh pemerintah dan stakeholder lainnya.
Pada jangka pendek, impor kedelai memang pilihan untuk memenuhi ketersediaan kedelai di dalam negeri. Namun, pemerintah perlu menyediakan subsidi terhadap harga kedelai sehingga pelaku usaha kecil tahu dan tempe tidak terbebani oleh harga yang tinggi. Pada situasi pandemik Covid-19, mereka harus diberikan stimulus usaha guna tetap bertahan di dalam pengelolaan usahanya dan masyarakat pengkonsumsi tahu dan tempe juga tidak terdampak akibat harganya juga meningkat.
Sementara itu pada jangka panjang, pemerintah dengan berbagai perangkatnya agar senantiasa mengembangkan pengelolaan usahatani kedelai secara masif di tingkat petani. Di hulu, para petani di Indonesia agar disiapkan benih yang unggul (tahan serangan hama dan penyakit, cuaca dan memiliki produktivitas yang tinggi). Badan/Balai/Unit penelitian di tingkat nasional dan daerah agar mampu menghasilkan benih unggul tersebut dan disediakan kepada para petani dengan harga yang relatif murah atau bersubsidi.
Subsidi ini merupakan salah satu bentuk stimulus pemerintah kepada petani guna mendorong dan membangkitkan semangat petani untuk berusahatani kedelai. Selain benih unggul, pemerintah dan institusi relevan lainnya agar secara intensif memberikan asistensi teknis mengenai budi daya tanaman kedelai yang baik atau good agricultural practices. Pemberdayaan kelompok petani melalui pendampingan partisipatif dapat dijadikan salah satu cara untuk mengawal pengembangkan usaha tani kedelai di tingkat petani.
Perubahan perilaku (pengetahuan, sikap dan keterampilan) petani terhadap usaha tani kedelai menjadi sasaran antara yang perlu diwujudkan guna mewujudkan better farming, better business dan better living pada diri petani dan keluarganya. Bisnis kedelai di tingkat kelompok petani yang menguntungkan akan menjadi insentif ekonomi bagi para petani untuk semakin termotivasi dalam peningkatan pengembangan usahatani kedelai.
Keberlanjutan pengelolaan usahatani kedelai perlu dirumuskan melalui bisnis inklusif kedelai yang didasarkan pada business model yang ditetapkan oleh aktor pasar yang berada pada supply chain kedelai. Para aktor pasar di setiap rantai akan memperoleh nilai tambah secara proporsional yang memberikan jaminan terhadap pengelolaan bisnis kedelai berkesinambungan. Sehingga dalam jangka panjang, produksi kedelai di dalam negeri dapat tersedia guna memenuhi permintaan dalam negeri.
Penulis, Rektor Dwijendra University