DENPASAR, BALIPOST.com – Sebanyak 532.157 dosis vaksin rabies telah disiapkan pada tahun 2021 ini. Vaksin tersebut sebagian telah didistribusikan ke Kabupaten/Kota dengan jumlah yang cukup dan diharapkan dapat segera dimanfaatkan untuk vaksinasi rabies serentak tahun 2021 dalam mengantisipasi meluasya kasus-kasus Rabies di Kabupaten/Kota di Bali.
“Dalam rangka percepatan pemberantasan rabies, diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan terkoordinasi untuk memaksimalkan pelaksanaan vasinasi rabies, khususnya untuk penanganan anjing liar maupun anjing yang dipelihara secara diliarkan,”ungkap Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I.B. Wisnuardhana saat ditemui dikantornya usai rapat pencanangan vaksinasi serentak tahun 2021, Selasa (19/1).
Pentingnya vaksinasi rabies dilakukan, dikatakan karena Bali sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) dunia yang sangat rentan dengan isu-isu keamanan dan kebencanaan, termasuk isu wabah penyakit menular. Pengaruhnya sangat signifikan terhadap penurunan kunjungan wisatawan luar negeri, karena wisatawan sangat memperhatikan keamanan dan keselamatan.
Salah satu wabah penyakit menular yang ada adalah penyakit rabies pada anjing yang bersifat zoonosis atau dapat menular kepada manusia bila tergigit anjing yang mengidap rabies. Apalagi, kata Wisnuardhana, Bali termasuk Provinsi yang jumlah populasi anjingnya cukup banyak, karena masyarakat Bali memelihara anjing sebagai hewan peliharaan yang juga difungsikan sebagai penjaga rumah.
Berdasarkan data, jumlah populasi anjing di Bali tercatat sekitar 647.386 ekor yang tersebar di semua Kabupaten/Kota. Terbanyak ada di Kabupaten Buleleng (109.582 ekor), Kota Denpasar (89.796 ekor), Kabupaten Gianyar (88.643 ekor), Badung (86.462 ekor), Karangasem (74.148 ekor), Tabanan (71.062 ekor), Bangli (59.345 ekor), Jembrana (46.955 ekor) dan Kabupaten Klungkung (21.393 ekor).
Populasi anjing tersebut diperkirakan terdiri dari sekitar 10 persen anjing yang dipelihara dengan baik di kandang maupun di dalam rumah. Selebihnya adalah anjing liar dan anjing yang dipelihara secara diliarkan. Anjing liar dan dipelihara secara diliarkan tersebut sampai saat ini menjadi permasalahan karena tidak dapat divaksinasi secara maksimal. Akibatnya kekebalan (herd imunity) kelompok populasi anjing tidak sesuai dengan standar minimal yang persyaratkan (80%), sehingga siklus penyebaran rabies di Provinsi Bali relatif sulit diputus.
“Pada tahun 2020 tercatat 100 kasus positif rabies di Provinsi Bali, yang menunjukkan terjadinya penurunan kasus jika dibandingkan tahun sebelumnya 2019 sebanyak 230 kasus terbanyak di Kab. Karangasem dan Bangli,” jelasnya didampingi Kabid Kesehatan Hewan, Drh. I Made Candra.
Lebih jauh Wisnuardhana mengungkapkan, dalam menjaga keselamatan dan keamanan ditengah pandemi Covid-19 dalam pelaksanaan vaksinasi serentak rabies di lapangan diharapkan agar petugas memperhatikan protokol kesehatan (Prokes) dengan cara vaksinasi dari rumah ke rumah untuk menghindari kerumunan.
Adapun ketentuan pengendalian rabies berupa Peraturan Daerah Bali Nomor 15 Tahun 2009 tentang Penanggulangan Rabies, Peraturan Gubernur Bali Nomor 18 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemeliharaan Hewan Penular Rabies (HPR) dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Peredaran Hewan Penular Rabies (HPR).
Dari dasar hukum tersebut, telah memuat lima ketentuan terkait dengan program Pemberantasan Rabies di Provinsi Bali. Antara lain, Melaksanakan vaksinasi rabies serentak setiap tahun, Melaksanakan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), Melaksanakan eliminasi selektif dan tertarget, Melaksanakan kontrol populasi atau pembatasan kelahiran, dan Melaksanakan pengawasan lalu lintas ternak.
Bendahara Majelis Agung Desa Adat Provinsi Bali, Gede Putu Wardana menyambut baik pencanangan vaksinasi massal dari Distan Bali. Alasannya mengingat penyakit rabies ini cukup berbahaya. Pihaknya berharap krama Bali agar memberikan dukungan dan partisipasi dalam menyukseskan vaksinasi massal nanti. Sebagai bentuk partisipasi masyarakat ia mengajak bagi masyarakat yang memelihara anjing, kera, agar tidak dilepas liarkan hewan peliharaannya atau mengandangkan hewannya.
“Bagi masyarakat yang memlihara hewan yant .asih diliarkan agar berkordinasi dengan petugas di kabupaten, mengingat Bali sebagai daerah pariwisata agar Bali bebas penyakit rabies,” ungkapnya.
Sebagai tindaklanjut dari MDA Bali, pihaknya akan berkordinasi dengan MDA di kecamatan dan koordinasi dengan Bendesa agar menyosialisasi secara rutin tiap ada pertemuan. Apalagi, dalam pemeliharaan hewan peliharaan sudah tertuang dalam Awig-Awig Desa Adat, yang intinya dalam memelihara wewalungan (hewan) sudah diatur agar dikandangkan atau tidak diliarkan.
“Kami berharap semua masyarakat dan prajuru adat agar mentaati awig yang sudah ada. Pemahaman dan pengertian masyarakat sangat dibutuhkan untuk menyukseskan Bali bebas rabies,” pungkasnya mengakhiri. (Winatha/balipost)