Suasana focus group discussion Tanggap COVID-19. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sejak darurat kesehatan pandemi Covid-19, semua aspek tatanan kehidupan mengalami perubahan, termasuk di bidang pendidikan. Pemerintah mengambil kebijakan pembelajaran agar dilakukan secara daring. Lalu berbagai polemik muncul dari pemberlakuan kebijakan ini mulai dari kendala yang dialami hingga kualitas belajar juga dipertanyakan. Hal ini mengemuka dalam Forum Discussion Group (FGD) Tanggap Covid-19 dengan tema “Kualitas Pendidikan Saat Pandemi” di Warung 63, Selasa (19/1).

Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali Ketut Sudarma mengatakan, sejak pandemi Covid-19 pembelajaran dalam jaring (daring) memang menemui beragam kendala. Baik kendala di guru, siswa, jaringan dan kurikulum.

Guru dianggap masih melihat pembelajaran daring dengan cara konvensional. Artinya, guru masih mempolakan pembelajaran daring seperti pola tatap muka, guru menganggap jika pembelajaran dilakukan dengan cara guru bertemu siswa barulah pesan dari materi pembelajaran itu tersampaikan.

Siswa pun demikian, tidak akan bisa menerima pembelajaran secara daring akibat pola konvensional tersebut. Beberapa wilayah juga masuk dalam blankspot sehingga sulit dijangkau oleh jaringan internet.

Terakhir, penggunaan kurikulum K-13 secara penuh dirasa kurang efektif dalam pembelajaran daring sehingga pemerintah pusat mengeluarkan edaran untuk membuat kurikulum kedaruratan. “Kami pemerintah daerah melalui pemerintah pusat mengeluarkan edaran untuk membentuk kurikulum darurat yang semula waktunya 40 menit sekali tatap muka kembali disederhanakan menjadi 30 menit,” jelasnya.

Baca juga:  Yang Hilang dalam Pembelajaran Daring

Dengan dibentuknya kurikulum darurat, kata Sudarma materi pembelajaran tidak monoton, tetapi dapat dibuat lebih menarik dengan tetap mengedepankan substansi pembelajaran. Hanya saja dalam penerapan pembelajaran daring kembali menemui kendala, sekitar 35 persen guru di seluruh satuan pendidikan tidak dapat memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran daring. “Dari masalah ini kami lakukan workshop mandiri selama tiga hari untuk melatih guru memanfaatkan IT untuk mengajar dalam pembelajaran daring,” lanjutnya.

Kendati demikian, Sudarma mengaku yakin dapat menjaga kualitas pendidikan di tengah pandemi. Hal ini terbukti dari akreditasi yang dilakukan Badan Akreditasi Nasional Pendidikan, mutu pendidikan di Provinsi Bali di angka 3,25 dari tertinggi angka 4 dengan indikator pembelajaran tatap muka. Artinya, kualitas pendidikan masih bisa dijaga meskipun dengan berbagai kebijakan di tengah pandemi.

Plt. Kepala Dinas Pendidikan Kota Denpasar Made Wijaya Asmara mengatakan, pendidikan dasar dan menengah di tengah pandemi Covid-19 mengacu pada SKB 4 menteri. Pada semester genap pembelajaran tatap muka sudah bisa dilakukan tanpa melihat zona daerah terjangkit Covid-19.

Baca juga:  Bendesa Candikuning Kembalikan Uang Rp 200 Juta

Segala tanggung jawab dan wewenang diserahkan kepada pemerintah daerah, hanya saja hal ini belum bisa dilakukan karena kasus terkonfirmasi Covid-19 masih terjadi. Jika pembelajaran tatap muka telah dilakukan, pemerintah telah menyiapkan dan merancang fase pembelajaran, yaitu dengan fase transisi dan dan fase kebiasaan baru.

Fase transisi adalah percobaan yang diawali dengan simulasi, sedangkan fase kebiasaan baru adalah fase yang disiapkan dengan pembatasan dan penerapan protokol kesehatan secara ketat. “Saat ini kami masih lakukan pembelajaran daring sampai batas waktu yang tidak ditentukan,” jelasnya.

Ketua MKKS Kota Denpasar Wayan Murdana mengatakan, untuk mendukung pembelajaran daring dan luring, pihaknya menyarankan setiap sekolah agar membuat program mengajar daring yang mudah diikuti siswa seperti pembelajaran tatap muka. Sekolah juga harus berupaya mencari jalan keluar agar siswa yang tidak bisa daring bisa melakukan pembelajaran luring serta meningkatkan akses internet untuk memperlancar daring. “Pelaksanaan daring harus terus berinovasi karena kita tidak tahu kapan pandemi ini akan berakhir,” katanya mengingatkan.

Baca juga:  Sekolah Mulai Dibuka di Korsel

Sementara itu, Ketua LL Dikti wilayah VIII Prof. Dasi Astawa mengatakan, pandemi covid-19 mengakselerasi pertumbuhan teknologi di perguruan tinggi. Kemajuan teknologi yang seharusnya baru bisa dicapai beberapa tahun ke depan saat ini sudah mampu digunakan karena faktor tekanan yang membuat perguruan tinggi terus berubah mengikuti perkembangan. “Kami memprediksi perguruan tinggi di Indonesia lima sampai sepuluh tahun ke depan baru menggunakan pendekatan teknologi. Namun karena adanya Covid-19 mengakselerasi secara masif pertumbuban teknologi,” jelasnya.

Dasi Astawa menegaskan, kualitas pendidikan tidak ditentukan oleh pembelajaran daring maupun tatap muka. Tapi oleh dua hal, yaitu ketaatan sekolah terhadap regulasi dan realisasi rencana yang telah disusun walaupun wujud dari kualitas adalah kompetensi. Seorang kepala sekolah harus memiliki kontrol yang kuat seperti kemampuan leadership, manajerial, dan entrepreneurship. “Pemerintahan akan berhasil membangun pendidikan ketika tidak ada kesenjangan antara sekolah negeri dan swasta, tidak ada sekolah favorit dan tidak favorit, karena insfrastruktur sama, output dan income sama, dan kurikulum sama,” tegasnya. (Wiwin/Tokoh)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *