Keluarga korban Bom Bali berdoa dan menaruh bunga di Monumen Peringatan Bom Bali. (BP/Dokumen)

WASHINGTON, BALIPOST.com – Jaksa Militer Amerika Serikat telah mengajukan kasus pidana terhadap pelaku teror Bom Bali, seorang ekstremis Islam Indonesia, dan pelaku serangan di Jakarta pada 2003. Demikian diungkapkan Pentagon pada Kamis (21/1) waktu setempat dikutip dari AFP.

Pengajuan tuntutan ini dilakukan hampir 18 tahun setelah ketiganya tertangkap di Thailand dan masing-masing dari mereka telah menghabiskan 14 tahun di penjara militer AS, Guantanamo Bay, Kuba.

Tuntutan pertama dilayangkan pada seorang militan asal Indonesia, Riduan Isamuddin, lebih dikenal dengan sebutan Hambali, pimpinan dari Grup Jemaah Islamiyah. Hambali dipercaya memegang jabatan penting sebagai perwakilan Al-Qaeda di kawasan itu.

Baca juga:  COVID-19 "Paksa" Reformasi di Hampir Semua Bidang

JI yang didukung oleh Al-Qaeda, melakukan pengeboman dua klub malam di Bali pada 12 Oktober 2002 yang membunuh 202 orang, pada 5 Agustus 2003 melakukan pengeboman di Hotel JW Marriott di Jakarta yang menewaskan 12 orang dan puluhan luka-luka.

Dua tuntutan ditujukan ke warga negara Malaysia, Mohammed Nazir Bin Lep dan Mohammed Farik Bin Amin, yang merupakan pembantu utama Hambali di JI. Keduanya telah menjalani pelatihan dari Al-Qaeda, menurut dokumen kasus Guantanamo.

“Tuntutan ini termasuk konspirasi, pembunuhan, percobaan pembunuhan, secara sengaja menyebabkan orang mengalami luka serius, terorisme, menyerang warga sipil, menyerang obyek sipil, merusak properti, dan menjadi pembantu dalam tindakan yang melanggar UU Peperangan,” kata Pentagon dalam pernyataannya.

Baca juga:  Tim Yustisi Badung Mulai Bongkar Tower Bodong

Tidak dijelaskan kenapa setelah bertahun-tahun, tuntutan ini baru dilayangkan oleh jaksa militer AS.

Di 2016, Hambali mengajukan permohonan untuk dibebaskan dari Guantanamo namun ditolak karena jaksa mengatakan bahwa dirinya masih menjadi ancaman yang sangat signifikan bagi keamanan Amerika Serikat.

Tuntutan ini diumumkan pada hari pertama pemerintahan Presiden Joe Biden mulai bekerja.

Ketika Biden menjadi wakil presiden Barack Obama, keduanya berupaya untuk menutup penjara Guantanamo dan para napi yang ada di sana bisa dibebaskan atau disidang di pengadilan sipil AS. Namun upaya itu gagal dilakukan.

Baca juga:  Pemerintah Pertimbangkan Larangan Mudik Lebaran

Pengganti Obama, Donald Trump tidak menunjukkan ketertarikan pada Guantanamo dan napinya, termasuk pejabat Al-Qaeda yang juga perencana serangan 9 September terhadap menara kembar WTC, Khalid Sheikh Mohammed.

Hanya sedikit kemajuan yang terjadi pada 40 napi di penjara itu.

Pada puncaknya sekitar 780 tahanan “perang melawan teror” ditahan di kamp tersebut. Sebagian besar telah dibebaskan kembali ke negaranya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *